Rabu, 22 April 2015

HENTAKAN KAKI DI BALIK PINTU

HENTAKAN KAKI DI BALIK PINTU
oleh Karlina Dwi Susanti      


“Srek-srek”.untuk kedua kalinya rasa tidak nyaman itu dirasakan Titis pada kulit pangkal punggungnya.Seseorang pasti dengan sengaja melakukan itu.
Titis mengubah wajah manisnya yang terbingkai jilbab menjadi wajah penuh tekukkan.Ditolehkan kepalanya ke belakang dengan tatapan menusuk.Ingin sekali dia melabrak pria setengah baya yang bertempat duduk tepat di belakngnya.Dipelototinya pria itu.Objek tatapan tak ramah dari Titis itu terdiam, memasang wajah seolah tidak terjadi apapun.Pria lusuh dengan beberapa garis keriput yang terukir di wajahnya.
Melihat pria itu Titis menjadi tidak tega dan memutuskan untuk duduk lagi seakan tidak terjadi apa-apa.Titis kasihan melihat Bapak-bapak itu,topi lusuhnya yang terlihat usang dengan jahitan sederhana di sana-sini untuk menambal bagian-bagian sisi topinya yang berlubang.Jaket levis dengan warna memudar seolah menggambarkan betapa sulitnya pekerjaan pria tua itu.Titis melirik jari-jari kaki pria itu yang menyelip diantara bangku dan sandaran kursinya.Dari kuku-kuku kakinya yang tidak terawat Titis berpikiran mungkin bapak ini kelelahan setelah bekerja keras sebagai kuli bangunan di proyek atau entah di mana itu.Sisa-sisa semen yang mengering di kuku kakinya menjadi saksi.Kelelahan setelah bekerja berat dan memilih posisi tidur di bis sedemikian rupa hingga kakinya tak sengaja menyentuh pantat Titis.Titis hanya berpikiran positif saja.
Terdiam di dalam bis malam yang membelah jalanan lenggang adalah favorit Titis.Gemerlap cahaya lampu jalanan yang sekali-kali menyapa indra penglihatannya membuat matanya sedikit menyipit.Walaupun sudah menjadi manusia mandiri yang mempunyai pekerjaan, gadis 21 tahun ini masih suka berkhayal layaknya anak SD.Membayangkan seolah-olah dalam bis malam ini hanya terisi oleh manusia normal yang duduk dengan aman di dalam bis menuju tempat tujuan yang aman.Titis suka membayangkan bahwa di luar bis, di jalanan, di balik-balik naungan rimbun pepohon dan bangunan banyak zombie yang mengawasi mereka namun tidak bisa menyentuh Titis dan para penumpang bis lainnya.Titis memejamkan mata membayangkan agar semuanya yang dia imajinasikan terasa nyata.
“Srek-srek”.Titis kaget.Dengan sebal dia memasang masker dan hoodienya lau mengambil barang-barang bawaannnya di bawah tempat duduk.Titis melenggang pergi dari tempat duduknya untuk mencari tempat duduk di depan yang kosong.Sebelum dia sampai pada kursi yang dia tuju tiba-tiba bis agak oleng menyababkan tangannya tidak sengaja menyentuh kepala orang.Titis meringis meminta maaf lalu dengan tenang menduduki tempat duduk yang berada tepat di depan orang itu.
‘Dasar laki-laki tua mesum, benar-benar aku salah menilai orang’.Hujat Titis dalam hatinya yang dongkol.
Setelah menata barang-barangnya, Titis berusaha memejamkan matanya untuk ke sekian kalinya.Titis berharap dengan tertidur dia sudah tiba di kampung halamannya begitu terbangun.Lima jam perjalanan bukanlah waktu yang singkat untuk tidur.
Titis terbangun kembali, diliriknya jam tangan pemberian sahabatnya itu.Tiga jam lagi perjalanan yang harus ditempuh.Rasa pusing yang terus menerus menyerang kepalanya membuatnya berpikiran untuk melepas jilbab.Tanpa pikir panjang tangan kurusnya mulai melepas satu persatu jarum pentul yang merekatkan jilbabnya,ditariknya dalaman jilbab itu dengan satu kali gerakan. Titis memasang kembali  jilbabnya dengan asal.Rasa lega yang luar biasa itu segera membawa Titis ke dalam alam bawah sadarnya.
‘’Trenggalek akhir!Trenggalek akhir!”...Suara kernet membuat Titis terperanjat, matanya membulat kaget. Diedarkannya pandangan ke seluruh isi bis, yang hanya ada dia, pak sopir, kernet dan kondektur.Rupanya dia penumpang yang turun paling akhir.Dengan bergegas dia turun dari bis sambil menghubungi ayahnya, Titis hanya menolak dengan menggelengkan kepala setiap ada tukang ojek dan tukang becak yang menghampirinya.
Dengan kepala masih pusing dan mata ngantuk,dipilihnya teras toko buah 24 jam yang berlampu terang sebagai tempatnya istirahat untuk menunggu jemputan.Dilihatnya jam tangan masih menunjukkan pukul 3 pagi.
“Tis?lama nunggunya nduk?”.Pak Suryo, ayah Titis menghampirinya.
Titis hanya tersenyum sambil menjulurkan lidah.Titis hanya diam, tersenyum sambil menyalami dan mencium tangan ayahnya sebelum naik ke motor.
***
Setiba di rumah, Titis langsung menuju ke selokan di pinggir rumah, meskipun ia ingin sekali segera memeluk ibunya yang menanti di ruang tamu,Titis hanya tak tahan untuk segera memuntahkan isi dari perutnya.
“Hahaha, pantas dari tadi diam saja.Mabuk bis rupanya”.Ujar Suryo pada Warti ,istrinya.
Warti menghampiri putrinya, memijat tengkuk dan menuntunnya masuk ke dalam rumah.
***
Setelah Titis membersihkan diri, dia langsung beranjak untuk tidur.Kali ini dia benar-benar belum ingin bercerita tentang pengalaman kerjanya karena benar-benar ingin tidur.
Adzan yang berkumandang pada pukul 4.30 pagi membuatnya bangun untuk sholat subuh.Titis tidur lagi hingga pukul 8 pagi.Sebangun dari tidur Titis diomeli ibunya karena langsung menuju meja makan dalam keadaan belum ke mandi.
“Masih lapar bu, ngisi energi dulu buat mandi”.Jawab  sekenanya sambil mengunyah nasi.
“Perawan kok kaya gini, kaya Rini tuh gampang ditata”.Omel ibunya lagi sambil tersenyum dan ikut  sarapan.Jam segini Pak Suryo masih di sawah.
“Kenapa sih buk, Rini terus yang dibandingin sama Titis, Rini itu lo...”. Titis teringat sesuatu dan langsung terbungkam.
“Rini kenapa Tis?”.Tanya Ibu.
Nggak apa-apa buk.”Rini jelek, cantikan aku”. Titis tersenyum.”Aku loh jarang di rumah, dimanja-manja dikit dong buk.”
“Gimana kerjanya di sana, temannya baik-baik kan?Kamu libur berapa hari”.Tanya ibu.
“Ada yang nyebelin satu buk, Titis pengen kerja di Treanggalek aja buk, lagipula Titis sudah habis massa kontrak”.Raut wajah Titis berubah kecut mengingat masalahnya di perusahaan dengan salah satu teman kerjanya.
Warti memandang anak bungsunya yang sedang makan dengan lahap itu.Tatapan penuh haru tergambar di wajahnya.Sudah 3 tahun ini  Titisnbekerja di Surabaya sebagai karyawati di sebuah pabrik buku tulis ternama.Pada awalnya  hanya bekerja di bagian pengepakan.Karena bakat menggambarnya, sekarang  dipilih manajer untuk pindah ke bagian kreatif yang menggambar dan merancang desain sampul-sampul buku meskipun belum sepenuhnya Titis pindah ke bagian tersebut, karena terkadang Titis juga ,masih punyai shift pengepakan.
Setelah selesai makan Titis berencana untuk mengambil bantal agar dia bisa nonton TV dengan tiduran.Tapi  lirikan judes dari ibunya membuatnya mengurungkan niatnya.Lupakan bantal dan TV, mengambil handuk adalah hal terbaik untuk keamanan telinga.
Selesai mandi, Titis langsung minta pergi ke rumah nenek,padahal nantinya pasti hanya sebentar di rumah nenek dan akhirnya ke rumah Rini, sahabatnya sejak dalam kandungan.Ibu Titis dan mamanya Rini memang bertetangga dan sering menghabiskan waktu bersama jadi wajar bila kedua anak mereka bersahabat.
***
Sesampai di rumah Rini,  Titis penasaran, tidak biasanya ia mendapati rumah sahabatnya itu dalam keadaan pintu tertutup saat hari masih terang.Didekatinya pintu rumah, diketuknya pintu itu sambil mengucap salam berkali-kali.Entah sudah berapa kali salam yang Titis ucap, tetap tak kunjung ada jawaban.Akhirnya Titis memutuskan untuk pulang.Tetapi sesaat setelah ia melangkah.Terdengar olehnya suara pintu terbuka perlahan.
“Titis, kamu kapan datang?Masuk Tis”.Seorang gadis berwajah kuyu berambut sebahu tersenyum saat membuka pintu sambil berbisik dengan suara serak.
“Tadi jam 3 pagi Rin, gimana kabarmu?”.Jawab Titis dengan nada sedih sambil melangkah masuk dan menyerahkan oleh-oleh ke tangan Rini.Rini dengan cepat menutup pintu setelah Titis berada di dalam rumah.Titis terheran dengan sikap aneh Rini.
***
Titis kaget, matanya terbelalak.Ternyata inilah jawaban dibalik sikap Rini.Di sana sini banyak pecahan vas bunga, dan kursi yang berantakan menggambarkan bahwa beberapa saat lalu ada seseorang yang sedang mengamuk, keadaan ruang tamu itu kacau.
‘Rupanya Rini benar-benar sudah memberitahu Pak Jum dan Bu Jum’.Gumam Titis dalam hati.
“Tis, aku takut...”.Ujar Rini sambil menangis tersedu-sedu.Rini terduduk di kursi sambil menutupi wajahnya.Titis hanya bisa terdiam sambil memberi pelukan dan tepukan lembut di punggung temannya itu.
Bulek sama Paklek di mana?”.Tanya Titis lirih.
“Setelah aku bilang semua ini ke Bapak dan Ibuk, papa langsung ngamuk Tis.Papa marah banget sama aku, Sekarang mereka ke rumahnya Dante.Aku takut Tis.Aku nggak tahu harus gimana lagi.Aku malu Tis aku takut...hik”.Papar Rini dengan penuh air mata di wajahnya.
“Sabar Rin pasti semua ada jalan keluarnya, meskipun jalannya memang harus seperti ini”.Paklek sama Bulek pasti mau maafin kamu.Memang siapa orang tua yang tidak kaget mendapati keadaan anak gadisnya harus seperti ini”. Titis menenangkan Rini dengan suara lirih.Titis juga bingung dengan keadaan ini.
“Aku nggak bisa nggugurin anak ini Tis”.Ucap Rini lirih sambil mengelus perutnya.
“Emang Om sama tante tadi sempat nyuruh kamu gugurin?”.Tanya  Titis hati-hati.
“Enggak Tis, kalau mereka menginginkan aku melakukan hal itu untuk apa mereka langsung ke rumah Dante setelah mereka mengetahui semuanya.Justru Dante yang pernah nyuruh aku melakukan itu”.Ucap Rini lemah.
Titis terperangah, tak percaya jika Dante tega menyuruh Rini untuk membunuh darah daging mereka.
Akhirnya Titis menemani Rini sampai orang tua Rini kembali ke rumah, dua perempuan itu hanya berdiam diri.Titis berusaha menghibur Rini agar dia tidak merasa semakin terpuruk.
***
Sepulang dari rumah Rini, Titis melihat ayah dan ibunya berbicara serius dan menyebut nama Titis  beberapa kali.Titis mendekati kedua orang tuanya, bertanya akan hal yang mereka bicarakan.Tapi ayah dan ibunya malah beralih membicarakan hal lain.Titis hanya terdiam, dia terlalu malas untuk menunjukkan ke-ingintahuannyaannya.Pikiran Titis masih sibuk dengan permasalahan yang dihadapi Rini.
***
Malam hari di kampung halaman terasa damai.Tak ada suara derungan mesin-mesin pabrik yang harus memenuhi telinga di setiap detik Titis bekerja.Titis terdiam di teras rumahnya,dalam hati dia menghitung berapa saja jumlah kendaraan bermotor yang lewat di jalan setapak itu.Di saat ayah dan ibunya asyik menonton sinetron di TV, Titis hanya bersandar di kursi malas peninggalan kakeknya ditemani Gliseng si kucing hitam milik keluarganya.Didongakkan kepalanya menyusuri kegelapan langit, angannya pun menerawang jauh.
Saat pertama kali Rini menceritakan semua hal yang dialaminya melalu sms, Titis tidak percaya dengan hal itu. mengira bahwa Rini hanya bercanda.Tapi saat Rini menghubunginya lewat hp dan membeberkan semua aibnya, Titis akhirnya percaya, dia tak menyangka bahwa Rini, seorang gadis cerdas sahabatnya dari kecil, yang selalu menjadi juara kelas dengan segudang prestasi bisa terjatuh dalam jebakan iblis seperti itu.Bahkan Titis seringkali kesal terhadap Rini karena para tetangga dan ibunya sendiri suka sekali membanding-bandinglan mereka berdua, bahka guru-guru SD.Bagi Titis, Rini selalu menjadi anak mas di mata guru-guru SD.Yang Titis tahu tentang bagaimana Rini di sekolah hanyalah saat SD karena selanjutnya mereka berdua bersekolah di SMP dan SMA yang berbeda. Tentu saja Rini selalu mendapat bangku di sekolah faforit.Di desa, Rini dikenal sebagai gadis baik dan patuh pada orang tua, pintar mengaji, sholihah, calon menantu idaman.Sikap Rini yang tidak sombong itulah yang membuat Titis terus ingin bersama Rini.Meski sekarang jarang bisa menghabiskan waktu bersama, rasa kompak dan cocok mereka sebagai sahabat selalu membuat keduanya saling mengabarkan apapun hal yang mereka alami.
Titis mengutak-atik hape,membuka galeri foto yan berisi fotonya dengan Titis.Slide hapenya berganti dengan sesosok anak muda yang tak lain adalah Dante, seingat Titis Dante adalah temannya semasa SMA dulu.Titis lah yang memperkenalkan Dante dengan Rini.Inilah yang membuat Titis juga turut bersalah dengan keadaan saat ini.Dante dan Rini berpacaran mulai kelas 2 SMA.Setelah lulus SMA, Rini melanjutkan ke perguruan tinggi Islam ternama, sedangkan Dante mengambil jurusan teknik perkapalan di suatu Intitut Teknologi ternama di Surabaya.Sedangkan Titis memutuskan  ingin langsung bekerja setelah gagal ujian SBMPTN.Meskipun orang tuanya kerap menanyai dia untuk ambil Perguruan tinggi, jawaban Titis tidak berubah.
 “Drrrt...drrrrt”.Hape biru langit itu bergetar.Diliriknya layar bertuliskan nama Hary.Titis terlalu malas untuk menjawab, dibiarkannya hape itu sampai 3 panggilan tak terjawab.Pasti pria itu akan memohon-mohon agar Titis kembali bekerja.
Tak terasa air hangat mengalir dari kedua matanya.Rasa asin menyelinap masuk ke sela-sela bibirnya yang bergetar.Semua kisah Rini dan Dante membuatnya teringat akan Randi, seseorang yang menjadi salah satu faktor kegagalan ujian SBMPTNnya.Randi adalah pacarnya dari kelas 3 SMP. Selepas SMA mereka harus berpisah.Randi harus menikahi seorang gadis yang telah dihamilinya.Bukannya Randi tidak mencintai Titis, tapi memang nasip berkata lain.Saat itu, ketika mereka duduk di kelas 3 SMA, Randi yang aktif dalam organisasi Pecinta Alam mengikuti kegiatan pendakian di gunung dan tersesat dengan seorang anggota lain, seorang gadis SMA kelas 2, adik kelas Randi.Dalam keadaan itulah kedua insan yang berbeda muhrim itu tak kuasa melawan godaan syetan hingga udara malam yang terlampau dingin membuat mereka melakukan hal itu.Yang Titis tahu, gadis itu sudah sering menjadi bahan perbincangan anak-anak bahwa sudah pernah melakukan hubungan seks dengan pacar-pacarnya.Bahkan Titis tidak yakin bahwa anak yang dikandung gadis itu adalah anak Randi.Tapi demi menebus kesalahan dan rasa tanggung jawabnya, Randi bersedia menikahi gadis itu dan meninggalkan Titis yang patah hati.Sampai saat ini Titis masih belum bisa melupakan Randi.
Rasa kantuk yang menyerang membuat  melangkah ke kamar. ingin tidur sampai pagi.
***
Hari kedua  di rumah ini dihabiskan  dengan kegiatan untuk membantu pekerjaan ibu memasak, tidak seperti biasanya ibu masak banyak.Kegiatan selanjutnya adalah menonton TV pada sore hari hingga tertidur hingga habis magrib.Dengan gelagapan Titis terbangun dan langsung mengambil air wudhu untuk sholat magrib, meskipun (sola sola iku opo wes ndung jenenge) sebelum adzan isyak sudah berkumandang.Dalam sholatnya sayup-sayup Titis mendengar suara ketukan pintu dari arah pintu, selesai sholat, Titis masih berdiam diri meninggu ayah atau ibunya segera datang menyambut tamu tersebut, mungkin pelanggan.Namun  Titis baru mennyadari bahwa ayah dan ibunya tidak ada di rumah.
Dengan tergesa dan masih terbalut mukena, Titis pun terpaksa keluar untuk melihat siapa gerangan tamu yang datang.Titis terperangah melihat banyaknya tamu yang mendatangi rumahnya sedangkan dia tidak mengenal satupun dari mereka.Titis masih penasaran di mana ayah dan ibunya saat ini.Dengan basa-basi Titis pun mempersilahkan mereka duduk dan menyalami mereka satu persatu.Dengan mengira-ngira, Titis memutuskan bahwa dua bapak-bapak dan dua ibu-ibu itu adalah dua pasang suami istri sedangkan anak-anak kecil selanjutnya adalah cucu-cucu mereka.Selain itu ada dua pasangan muda lain yang ikut serta.Dan yang terakhir adalah anak salah satu dari pasangan paruh baya tadi.Titis terpana melihat ketampanannya, mungkin hanya dia masih lajang dan usianya hampir sama dengan Titis .Tapi Titis masih penasaran dengan siapa mereka ini sebenarnya.
“Loh, Erna kok udah datang.Gimana kabarnya Er?”.Suara ibu terdengar,tiba-tiba ibu dan ayah mucul dari pintu belakang.Rupanya ayah dan ibu baru saja di rumah nenek di belakang.
“Baru aja mbak.Gimana kabarmu mbak udah 19 tahun nggak ketemu, kamu kok jadi gendut gini”.Semuanya tersenyum dan dua teman lama itu saling berpelukan, lalu ibu menanyakan anak-anak dan cucu Bu Erna.Sedangkan wanita 49 tahun yang terlihat muda itu  sibuk memperkenalkan suami,anak-anak dan cucunya serta kakak dan kakak iparnya yang ikut serta.
Titis hanya terbengong-bengong dengan ekspresi ingin tahu. jadi ingat bahwa tadi pagi Ibu menyuruh Titis masak banyak  untuk temannya yang akan datang ke rumah.
“Tis udah salim sama Bulek Erna?”.Panggil ibunya.
“Oh, ini anaknya jeng,jadi namanya Titis ya War, tadi dia  yang nyambut kami.Kelas berapa nduk?”.Erna menjawab pertanyaan Warti, ibu Titis.
“Udah lulus kok bulek,lulusan 3 tahun lalu”.Jawab Titis sopan.
“Berarti ya hampir sama dong kaya Ali kalau Ali udah empat tahun ini lulus.Kamu manis ya, mirip ibumu dulu”.Ujar Erna.
“Kuliah di mana le?”.Tanya Warti.
“Nggak kuliah buk, hehe”.Jawab Ali singkat.
“Si Titis ini juga, lulus SMA langsung kerja, nggak mau kuliah.Hehehe”.Sambung Warti.
‘Oh jadi namanya Ali’.Gumam Titis dalam hati.
Sementara para tamu berbincang dengan ayah dan ibu .Suara adzan isyak berkumandang, membuat Titis baru sadar jika dari tadi masih memakai mukenah.Titis tak sempat melepas mukenah karena terburu-buru melihat siapa gerangan tamu yang datang, dikira Titis itu pelanggan ayahnya.
“Udah adzan tuh, kamu rajin banget, dari tadi pakai mukenah pasti mau ke masjid ya kan?”.Tanya Erna pada  basa-basi.
Titis ingin mengelak, tapi melihat tatapan dari semuanya membuat  mengiyai.
‘Hahaha, lhawonng aku aja habis sholat magrib’.Gumam Titis dalam hati.
“Hehe, iya bulek. Titis ke masjid dulu ya”.Titis pamit dan langsung menuju ke masjid.Padahal biasanya Titis tidak pernah ke masjid, ke masjid hanya saat sholat tarawih atau sholat id.Poor girl.
Ali memandang Titis dengan heran, di tempat tinggalnya jarang ada anak gadis yang mau sholat jama’ah ke masjid.
Sepulang dari masjid Titis tidak langsung pulang, dia malah pergi ke rumah Rini.Lagipula di rumah sedang banyak tamu.Titis berharap setelah ia pulang semua tamu sudah tidak di rumah lagi.Titis senang karena akhirnya masalah sahabatnya mulai mendapat titik terang.Kedua orang tua setuju untuk menikahkan anak mereka meskipun keduanya belum tamat kuliah.
Pukul 10 malam, Titis baru sampai di rumah.Ternyata para tamu ibunya tadi sudah pulang, rumah pun sepi, mungkin ayah dan ibu sudah tidur.Tidak ada lagi mukenah yang membalut tubuhnya, mukenah itu telah terlipat rapi di genggaman tangnnya.Titis langsung menuju bekas kamar kakanya untuk sekedar berguling-guling di kasur, Titis memang suka tidur berpindah-pindah.Saat Titis membuka pintu, Titis heran dengan lampu kamar yang menyala.Tanpa banyak pikir panjang, Titis mematikan lampu dan langsung menuju kasur untuk sekedar berbaring dan bernyanyi-nyanyi tidak jelas.
“Akhirnya Dante mau tanggung jawab untuk semuanya, Dante bakalann jadi ayah,nggak sabar kapan waktunya nikah.Tapi bagaimana aku harus memberi tahu ayah dan ibu soal ini”.Gumam Titis dengan suara yang cukup jelas jika didengarkan orang yang ada di depan pintu.Dan tepat saat itu memang ada orang di depan pintu.
Ali yang baru saja dari kamar mandi terkaget, mulutnya sedikit terbuka mendengar apa yang baru saja terucap dari gadis yang tak lain adalah Titis.Gadis yang baru saja dikaguminya karena kesholihahannya ternyata telah hamil di luar nikah dan pacarnya telah siap untuk menikahinya.Ali sungkan untuk masuk dan bilang kalau kamar itu akan dipakai Ali. Ia pun tidur di sofa depan kamar.
Pukul 2 pagi Titis terbangun karena dia sedang kedatangan tamu bulanan.Titis ingin menuju kamarnya untuk mengambil sesuatu yang hanya ada di kamar seorang gadis dan pindah tidur di kamarnya sendiri.Ali yang semula tidur pun tejaga saat mendengar suara Titis yang melangkah melewatinya, suara sekecil apapun dapat terdengar oleh telinga terlatih seperti Ali.Karena kondisi ruangan yang sgak gelap Titis tidak menyadari jika di sofa yang dilewatinnya ada orang.Ali hanya diam saja dan memutuskan untuk tidur lagi.
Pagi harinya tentu saja terjadi kejadian heboh.Titis tak menyangka ia harus senang atau takut saat ayahnya menjelaskan bahwa Ali akan tinggal di rumah mereka selama kurang lebih sebulan.Sebelum Erna dan keluarganya pulang ke Blitar tadi, mereka menitipkan Ali untuk sementara waktu setelah pembicaraan yang serius.Saat Titis menanyakan alasannya pada ibunya, Warti hanya menjawab dengan lirih.
“Ali itu anaknya Bu Erna yang tadi,temen baik ibu waktu SMP sampai SMA,karena dia jadi polwan di Blitar dia domisili di sana hingga 19 tahun tidak bertemu ibu.Nanti kamua juga akan tahu segala persoalannya.Yang penting sekarang kamu temani Ali ya, anggap seperti kakakmu sendiri.Kalau orang-orang tanya bilang saja dia sepupu dari bulek Blitar.Ini semua ikut serta dalam mempengaruhi nama baik keluarga kita”.Tutur ibunya dengan serius.Titis pun tak mau bertanya lagi dan bertekad akan menuruti kata-kata ibunya, mungkin dia bisa mencari tahu dari Ali akan permasalahan yang membuatnya penasaran.
“Baik bu”.Ucap Titis mendadak patuh.
Selesai menyiapkan sarapan, dengan ragu Titis menghampiri Ali yang sibuk dengan leptopnya.Titis penasaran dimana Ali menaruh semua barang-barangnya dan tidur kemarin malam.Bukankah kamar kakaknya dipakai Titis dan di kamar Titis tidak mungkin dipakai Ali.Titis berpikir mungkin dia tidur dengan ayah dan ibu, Titis tersenyum menahan tawa, membayangkan Ali tidur diantara ayah dan ibunya seperti anak kecil.
Ali dengan terburu menutup leptopnya saat menyadari ada orang lain yang menghampirinya.
“Kenapa mbak kok seperti nahan tawa?”.Tanya Ali polos.Ali sedikit melirik ke arah perut Titis.
‘Hm mungkin masih berusia 1 bulan, nggak kelihatan secara kasat mata’.Batin Ali dengan mata sedikit menyipit.
“Hahaha jadi gini...”Jawab Titis.
Akhirnya Titis menanyakan dimana Ali semalam tidurnya, dan dimana semua barang-barang Ali.Ali pun menceritkan semua kejadian semalam sampai ia harus tidur di sofa, kecuali saat ia dengan jelas mendengar gumaman Titis mengenai kehamilannya.
“Haahaha jadi begitu, harusnya kamu bilang ke aku kalau kamar itu mau kamu pakai.Tapi semalam aku nggak lihat ada benda asing di kamar kakak loh”.Tutur Titis sambil tersenyum.
“Semuanya benda asing udah di lemari mbak”.Jawab Ali singkat sambil ikut tersenyum.
“Titis aja nggak usah pakai mbak, terus aku manggil kamu Ali aja nggak apa-apa kan.Kita kan saudara”.Ujar Titis.
“Gampang wes mbak”.Jawab Ali dengan memanggil mbak dengan dibuat-buat.
“Ayo wes sarapan dulu.Ayah ibu sudah nunggu”.Ajak Titis.
***
Malam hari menjelang tidur, Ali heran dengan noda darah kering di spreinya.Dia teringat akan Titis, apa mungkin Titis keguguran?Tapi yang Ali lihat Titis sehat-sehat saja dan wajahnya tidak pernah pucat.Ali pun membuang pikiran itu dan memilih untuk tidur.
“drrt...drrt...”Ponsel milik pemuda itu bergetar.
“Ya bos, sejauh ini semua berjalan lancar”.Jawab Ali dengan nada rendah pada suara serak di seberang sana.
Sejak Ali tinggal atau lebih tepatnya bersembunyi di rumah Titis.Semakin lama Titis selalu ingin bersama Ali, begitupun sebaliknya, diam- diam Ali menaruh hati pada gadis yang diketahuinya sudah punya pacar dan sedang hamil di luar nikah.
Titis sering mengajak Ali untuk pergi ke luar rumah meskipun ayah dan ibunya sering melarang mengajak Ali untuk berlama-lama di luar rumah.Dari Titis Ali mengenal tetangga-tetangga dan teman-teman Titis termasuh Rini dan Dante.Tapi Ali semakin bingung saat Dante mengaku bahwa ia adalah pacar Rini dan akan segera menikahinya dengan embel-embel jangan bilang orang-orang dulu.’Bukankah jelas-jelas jika Titis menyebut nama Dante malam itu?Bukankah laki-laki berkulit coklat di hadapannya ini adalah pacarnya Titis?’.Ali hanya membatn dalam hati.
Dengan memberanikan diri dan berhati-hati.Ali pun menanyakan semuanya pada Titis yang berakhir dengan ledakan tawa Titis yang tak kunjung reda.Saat tawa Titis mulai reda dia akan mulai tertawa lagi begitu dilihatnya wajah Ali yang polos.
Karena pernikahan Rini dan Dante saat ini sudah menjadi rahasia umum.Maka dengan penuh kesabaran Titis menjelaskan tentang hal yang baru saja ditanyakan Ali.
Ali hanya manggut-manggut sepert seorang siswa SD yang baru paham dengan materi yang dijelaskan gurunya.
“Al, kira-kira aku boleh tahu nggak kenapa kamu sampai disembunyikan di sini?”
“Cukup rumit sih.Karena permsalahannya sudah hampir selesai, sebenarnya aku mau cerita juga sama kamu hari ini”.Jawab Ali dengan raut serius.
“Jadi apa?”.Tanya Titis sambil mendekat ke arah Ali yang duduk di lantai.
Ali melihat ayah dan ibu Titis memperhatikan mereka dari arah dapur.
“Tapi belum saatnya Tis”.Jawab Ali sambil berlalu meninggalkan Titis yang sudah dalam posisi bersila manis bersiap mendengarkan cerita.Titis kecewa.
***
Beberapa minggu kemudian...
Titis terbangun dengan keadaan terikat.Ingin rasanya dia berteriak dengan sekuat tenaga meminta tolong kalau saja dia tidak melihat pria kurus dengan lengan penuh tato yang sedang tertidur dengan jarak dua meter di sampingnya.Pria bertopi lusuh yang sama dengan pria yang melecehkannya di bis terakhir kali dia naiki.Dengan raut penuh penyesalan telah mempunyai pikiran bahwa pria ini adalah seorang ayah yang bekerja keras di proyek bangunan untuk menafkahi anaknya, Titis mengumpat dalam hati.Titis bertanya-tanya pada diri sendiri di mana gerangan Ali sekarang.
BERSAMBUNG, SAYA LAGI HIATUS, TOLONG KASIH SEMANGAT BIAR SAYA MAU NGLANJUTIN CERITANYA YA :)