HENTAKAN KAKI DI BALIK PINTU
oleh Karlina Dwi Susanti
“Srek-srek”.untuk
kedua kalinya rasa tidak nyaman itu dirasakan Titis pada kulit pangkal punggungnya.Seseorang pasti dengan
sengaja melakukan itu.
Titis mengubah
wajah manisnya yang terbingkai jilbab menjadi
wajah
penuh tekukkan.Ditolehkan kepalanya ke belakang
dengan tatapan menusuk.Ingin sekali dia melabrak pria setengah baya yang bertempat
duduk tepat di belakngnya.Dipelototinya
pria itu.Objek tatapan tak ramah dari Titis itu terdiam, memasang wajah seolah
tidak terjadi apapun.Pria lusuh dengan beberapa garis keriput yang terukir di
wajahnya.
Melihat pria itu
Titis menjadi tidak tega dan memutuskan untuk duduk lagi seakan tidak terjadi
apa-apa.Titis kasihan melihat Bapak-bapak
itu,topi lusuhnya yang terlihat usang dengan jahitan sederhana di sana-sini untuk menambal bagian-bagian sisi topinya
yang berlubang.Jaket
levis dengan warna memudar seolah
menggambarkan betapa sulitnya pekerjaan pria tua itu.Titis
melirik jari-jari kaki pria itu yang menyelip diantara bangku dan sandaran
kursinya.Dari kuku-kuku kakinya yang tidak terawat Titis berpikiran mungkin
bapak ini kelelahan setelah bekerja keras sebagai kuli bangunan di proyek atau entah di mana itu.Sisa-sisa semen yang mengering
di kuku kakinya menjadi saksi.Kelelahan setelah bekerja berat dan memilih
posisi tidur di bis sedemikian rupa hingga kakinya tak sengaja menyentuh pantat
Titis.Titis hanya berpikiran
positif saja.
Terdiam
di dalam bis malam yang membelah jalanan lenggang adalah favorit Titis.Gemerlap
cahaya lampu jalanan yang sekali-kali menyapa indra penglihatannya membuat
matanya sedikit menyipit.Walaupun sudah menjadi manusia mandiri yang mempunyai pekerjaan, gadis 21 tahun ini
masih suka berkhayal layaknya anak SD.Membayangkan
seolah-olah dalam bis malam ini hanya terisi oleh manusia normal yang duduk
dengan aman di dalam bis menuju tempat tujuan yang aman.Titis suka membayangkan
bahwa di luar bis, di jalanan, di
balik-balik naungan rimbun pepohon
dan bangunan banyak zombie yang
mengawasi mereka namun tidak bisa menyentuh Titis
dan para penumpang bis lainnya.Titis memejamkan mata
membayangkan agar semuanya yang dia imajinasikan terasa nyata.
“Srek-srek”.Titis
kaget.Dengan sebal dia
memasang masker dan hoodienya lau mengambil barang-barang bawaannnya di bawah tempat
duduk.Titis melenggang pergi dari tempat duduknya untuk mencari tempat duduk di depan yang
kosong.Sebelum dia sampai pada kursi yang dia tuju tiba-tiba bis agak oleng
menyababkan tangannya tidak sengaja menyentuh kepala orang.Titis meringis
meminta maaf lalu dengan tenang menduduki tempat duduk yang berada tepat di depan
orang itu.
‘Dasar
laki-laki tua mesum, benar-benar aku salah menilai orang’.Hujat Titis dalam
hatinya yang dongkol.
Setelah menata
barang-barangnya, Titis berusaha memejamkan matanya untuk ke sekian kalinya.Titis berharap dengan
tertidur dia sudah
tiba di kampung halamannya begitu
terbangun.Lima
jam perjalanan bukanlah waktu yang singkat untuk tidur.
Titis
terbangun kembali, diliriknya jam tangan pemberian sahabatnya itu.Tiga jam lagi
perjalanan yang harus ditempuh.Rasa pusing yang terus
menerus menyerang kepalanya membuatnya berpikiran untuk melepas jilbab.Tanpa
pikir panjang tangan kurusnya mulai melepas satu persatu jarum pentul yang
merekatkan jilbabnya,ditariknya dalaman jilbab itu dengan satu kali gerakan. Titis memasang kembali jilbabnya dengan asal.Rasa lega yang luar
biasa itu segera membawa Titis ke dalam alam bawah sadarnya.
‘’Trenggalek
akhir!Trenggalek akhir!”...Suara kernet membuat Titis terperanjat, matanya
membulat kaget. Diedarkannya pandangan ke
seluruh isi bis,
yang hanya ada dia, pak sopir, kernet dan kondektur.Rupanya dia penumpang yang
turun paling akhir.Dengan bergegas dia turun dari bis sambil menghubungi ayahnya, Titis
hanya menolak dengan menggelengkan kepala setiap ada tukang ojek dan tukang
becak yang menghampirinya.
Dengan kepala
masih pusing dan mata ngantuk,dipilihnya teras toko buah 24 jam yang berlampu
terang sebagai tempatnya istirahat untuk menunggu jemputan.Dilihatnya jam tangan
masih menunjukkan pukul 3 pagi.
“Tis?lama
nunggunya nduk?”.Pak Suryo, ayah Titis menghampirinya.
Titis hanya
tersenyum sambil menjulurkan lidah.Titis
hanya diam, tersenyum sambil menyalami dan mencium
tangan ayahnya sebelum naik ke motor.
***
Setiba di rumah,
Titis langsung menuju ke selokan di pinggir rumah, meskipun ia ingin sekali
segera memeluk ibunya yang menanti di ruang tamu,Titis hanya tak tahan untuk
segera memuntahkan isi dari perutnya.
“Hahaha, pantas
dari tadi diam saja.Mabuk bis rupanya”.Ujar Suryo pada Warti ,istrinya.
Warti
menghampiri putrinya, memijat tengkuk dan menuntunnya masuk ke dalam rumah.
***
Setelah Titis membersihkan
diri, dia
langsung beranjak untuk tidur.Kali ini dia benar-benar belum ingin bercerita
tentang pengalaman kerjanya karena benar-benar ingin tidur.
Adzan yang
berkumandang pada pukul 4.30 pagi membuatnya bangun untuk sholat subuh.Titis tidur lagi
hingga pukul 8 pagi.Sebangun dari tidur Titis diomeli ibunya karena langsung
menuju meja makan dalam keadaan belum ke mandi.
“Masih lapar bu,
ngisi energi dulu buat mandi”.Jawab
sekenanya sambil mengunyah nasi.
“Perawan kok
kaya gini, kaya Rini tuh gampang ditata”.Omel ibunya lagi sambil tersenyum dan
ikut sarapan.Jam segini Pak Suryo masih
di sawah.
“Kenapa sih buk,
Rini terus yang dibandingin sama Titis, Rini itu lo...”. Titis teringat sesuatu
dan langsung terbungkam.
“Rini kenapa Tis?”.Tanya
Ibu.
Nggak apa-apa
buk.”Rini jelek, cantikan aku”. Titis tersenyum.”Aku loh jarang di rumah,
dimanja-manja dikit dong buk.”
“Gimana kerjanya
di sana, temannya baik-baik kan?Kamu libur berapa hari”.Tanya ibu.
“Ada yang
nyebelin satu buk, Titis pengen kerja di Treanggalek aja buk, lagipula Titis
sudah habis massa kontrak”.Raut wajah Titis berubah kecut mengingat masalahnya
di perusahaan dengan salah satu teman kerjanya.
Warti
memandang anak bungsunya yang sedang makan dengan lahap itu.Tatapan penuh haru
tergambar di wajahnya.Sudah 3 tahun ini Titisnbekerja
di Surabaya sebagai karyawati di sebuah pabrik buku tulis ternama.Pada
awalnya hanya bekerja di bagian
pengepakan.Karena
bakat menggambarnya, sekarang dipilih
manajer untuk pindah ke bagian kreatif yang menggambar dan merancang desain sampul-sampul
buku meskipun belum sepenuhnya Titis pindah ke bagian tersebut, karena
terkadang Titis juga ,masih punyai shift pengepakan.
Setelah selesai
makan Titis berencana untuk mengambil bantal agar dia bisa nonton TV dengan
tiduran.Tapi lirikan judes dari ibunya membuatnya
mengurungkan niatnya.Lupakan bantal
dan TV, mengambil handuk adalah hal terbaik untuk keamanan telinga.
Selesai mandi, Titis
langsung minta pergi ke rumah nenek,padahal nantinya pasti hanya sebentar di
rumah nenek dan akhirnya ke rumah Rini, sahabatnya sejak dalam kandungan.Ibu Titis
dan mamanya Rini memang bertetangga dan sering menghabiskan waktu bersama jadi
wajar bila kedua anak mereka bersahabat.
***
Sesampai di
rumah Rini, Titis penasaran, tidak
biasanya ia mendapati rumah sahabatnya itu dalam keadaan pintu tertutup saat
hari masih terang.Didekatinya pintu rumah,
diketuknya
pintu itu sambil mengucap salam berkali-kali.Entah
sudah berapa kali salam yang Titis ucap, tetap tak
kunjung ada jawaban.Akhirnya
Titis memutuskan untuk pulang.Tetapi sesaat setelah ia melangkah.Terdengar olehnya
suara pintu terbuka perlahan.
“Titis, kamu
kapan datang?Masuk Tis”.Seorang gadis berwajah kuyu berambut sebahu tersenyum
saat membuka pintu sambil berbisik dengan suara serak.
“Tadi jam 3 pagi
Rin, gimana kabarmu?”.Jawab Titis dengan nada sedih sambil melangkah masuk dan
menyerahkan oleh-oleh ke tangan Rini.Rini dengan cepat menutup pintu setelah Titis
berada di dalam rumah.Titis terheran
dengan sikap aneh Rini.
***
Titis kaget,
matanya terbelalak.Ternyata inilah jawaban dibalik
sikap Rini.Di sana sini banyak pecahan vas bunga,
dan kursi yang berantakan menggambarkan bahwa beberapa saat lalu ada seseorang
yang sedang mengamuk, keadaan ruang tamu itu kacau.
‘Rupanya Rini
benar-benar sudah memberitahu Pak
Jum dan Bu Jum’.Gumam Titis dalam hati.
“Tis, aku
takut...”.Ujar Rini sambil menangis tersedu-sedu.Rini terduduk di kursi sambil
menutupi wajahnya.Titis hanya bisa terdiam sambil memberi pelukan dan tepukan
lembut di punggung temannya itu.
“Bulek sama Paklek di mana?”.Tanya Titis lirih.
“Setelah aku
bilang semua ini ke Bapak
dan Ibuk, papa langsung ngamuk
Tis.Papa marah banget sama aku, Sekarang mereka ke rumahnya Dante.Aku takut
Tis.Aku nggak tahu harus gimana lagi.Aku malu Tis aku takut...hik”.Papar Rini
dengan penuh air mata di wajahnya.
“Sabar Rin pasti
semua ada jalan keluarnya, meskipun jalannya memang harus seperti ini”.Paklek sama Bulek pasti mau maafin
kamu.Memang siapa orang tua yang tidak kaget mendapati keadaan anak gadisnya
harus seperti ini”. Titis menenangkan
Rini dengan suara lirih.Titis juga bingung dengan
keadaan ini.
“Aku nggak bisa
nggugurin anak ini Tis”.Ucap Rini lirih sambil mengelus perutnya.
“Emang Om sama
tante tadi sempat nyuruh kamu gugurin?”.Tanya
Titis hati-hati.
“Enggak Tis,
kalau mereka menginginkan aku melakukan hal itu untuk apa mereka langsung ke
rumah Dante setelah mereka mengetahui semuanya.Justru Dante yang pernah nyuruh
aku melakukan itu”.Ucap Rini lemah.
Titis
terperangah, tak percaya jika Dante tega menyuruh Rini untuk membunuh darah
daging mereka.
Akhirnya Titis
menemani Rini sampai orang tua Rini kembali ke rumah, dua perempuan itu hanya
berdiam diri.Titis berusaha menghibur Rini agar dia tidak merasa semakin
terpuruk.
***
Sepulang dari
rumah Rini, Titis
melihat ayah dan ibunya berbicara serius dan menyebut nama Titis beberapa kali.Titis mendekati kedua orang tuanya, bertanya
akan hal yang mereka bicarakan.Tapi ayah dan ibunya malah beralih membicarakan
hal lain.Titis hanya terdiam, dia terlalu malas untuk menunjukkan ke-ingintahuannyaannya.Pikiran Titis masih sibuk dengan permasalahan yang
dihadapi Rini.
***
Malam hari di
kampung halaman terasa damai.Tak ada
suara derungan mesin-mesin pabrik yang harus memenuhi telinga di setiap detik Titis bekerja.Titis terdiam di teras
rumahnya,dalam hati dia menghitung
berapa saja jumlah kendaraan bermotor yang lewat di jalan setapak itu.Di
saat ayah dan ibunya asyik menonton sinetron di TV, Titis hanya bersandar di
kursi malas peninggalan kakeknya ditemani Gliseng si kucing hitam milik keluarganya.Didongakkan
kepalanya menyusuri kegelapan langit, angannya pun menerawang jauh.
Saat pertama
kali Rini menceritakan semua hal yang dialaminya melalu sms, Titis tidak
percaya dengan hal itu. mengira bahwa Rini hanya bercanda.Tapi saat Rini
menghubunginya lewat hp dan membeberkan semua aibnya, Titis akhirnya percaya,
dia tak menyangka bahwa Rini, seorang gadis cerdas sahabatnya dari kecil, yang
selalu menjadi juara kelas dengan segudang prestasi bisa terjatuh dalam jebakan
iblis seperti itu.Bahkan Titis seringkali kesal terhadap Rini karena para
tetangga dan ibunya sendiri suka sekali membanding-bandinglan mereka berdua,
bahka guru-guru SD.Bagi Titis, Rini selalu menjadi anak mas di mata guru-guru
SD.Yang Titis tahu tentang bagaimana Rini di sekolah hanyalah saat SD karena
selanjutnya mereka berdua bersekolah di SMP dan SMA yang berbeda. Tentu saja
Rini selalu mendapat bangku di sekolah faforit.Di desa, Rini dikenal sebagai
gadis baik dan patuh pada orang tua, pintar mengaji, sholihah, calon menantu idaman.Sikap
Rini yang tidak sombong itulah yang membuat Titis terus ingin bersama Rini.Meski
sekarang jarang bisa menghabiskan waktu bersama, rasa kompak dan cocok mereka
sebagai sahabat selalu membuat keduanya saling mengabarkan apapun hal yang
mereka alami.
Titis
mengutak-atik hape,membuka galeri foto yan berisi fotonya dengan Titis.Slide
hapenya berganti dengan sesosok anak muda yang tak lain adalah Dante,
seingat Titis Dante adalah temannya semasa SMA dulu.Titis lah yang memperkenalkan
Dante dengan Rini.Inilah yang membuat Titis juga turut bersalah dengan keadaan
saat ini.Dante dan Rini berpacaran mulai kelas 2 SMA.Setelah lulus SMA, Rini
melanjutkan ke perguruan tinggi Islam ternama, sedangkan Dante mengambil
jurusan teknik perkapalan di suatu Intitut Teknologi ternama di Surabaya.Sedangkan
Titis memutuskan ingin langsung bekerja setelah
gagal ujian SBMPTN.Meskipun orang tuanya kerap menanyai dia untuk ambil
Perguruan tinggi, jawaban Titis tidak berubah.
“Drrrt...drrrrt”.Hape biru langit itu bergetar.Diliriknya layar bertuliskan nama Hary.Titis
terlalu malas untuk menjawab, dibiarkannya hape itu sampai 3 panggilan tak
terjawab.Pasti pria itu akan
memohon-mohon agar Titis kembali bekerja.
Tak terasa air
hangat mengalir dari kedua matanya.Rasa
asin menyelinap masuk ke sela-sela bibirnya yang bergetar.Semua
kisah Rini dan Dante membuatnya teringat akan Randi, seseorang yang menjadi
salah satu faktor kegagalan ujian SBMPTNnya.Randi adalah pacarnya
dari kelas 3 SMP.
Selepas SMA mereka harus
berpisah.Randi harus menikahi
seorang gadis yang telah dihamilinya.Bukannya Randi tidak mencintai Titis, tapi
memang nasip berkata lain.Saat itu, ketika mereka duduk di kelas 3 SMA, Randi
yang aktif dalam organisasi Pecinta Alam mengikuti kegiatan pendakian di gunung
dan tersesat dengan seorang anggota lain, seorang gadis SMA kelas 2, adik kelas
Randi.Dalam keadaan itulah kedua insan yang berbeda muhrim itu tak kuasa
melawan godaan syetan hingga udara malam yang terlampau dingin membuat mereka
melakukan hal itu.Yang Titis tahu, gadis itu sudah sering menjadi bahan
perbincangan anak-anak bahwa sudah pernah melakukan hubungan seks dengan
pacar-pacarnya.Bahkan Titis tidak yakin bahwa anak yang dikandung gadis itu
adalah anak Randi.Tapi demi menebus kesalahan dan rasa tanggung jawabnya, Randi
bersedia menikahi gadis itu dan meninggalkan Titis yang patah hati.Sampai saat
ini Titis masih belum bisa melupakan Randi.
Rasa kantuk yang
menyerang membuat melangkah ke kamar.
ingin tidur sampai pagi.
***
Hari kedua di rumah ini dihabiskan dengan kegiatan untuk membantu pekerjaan ibu
memasak, tidak seperti biasanya ibu masak banyak.Kegiatan selanjutnya adalah menonton
TV pada sore hari hingga tertidur hingga habis magrib.Dengan gelagapan Titis
terbangun dan langsung mengambil air wudhu untuk sholat magrib, meskipun (sola
sola iku opo wes ndung jenenge) sebelum adzan isyak sudah berkumandang.Dalam
sholatnya sayup-sayup Titis mendengar suara ketukan pintu dari arah pintu,
selesai sholat, Titis masih berdiam diri meninggu ayah atau ibunya segera
datang menyambut tamu tersebut, mungkin pelanggan.Namun Titis baru mennyadari bahwa ayah dan ibunya
tidak ada di rumah.
Dengan tergesa
dan masih terbalut mukena, Titis pun terpaksa keluar untuk melihat siapa
gerangan tamu yang datang.Titis terperangah melihat banyaknya tamu yang
mendatangi rumahnya sedangkan dia tidak mengenal satupun dari mereka.Titis
masih penasaran di mana ayah dan ibunya saat ini.Dengan basa-basi Titis pun
mempersilahkan mereka duduk dan menyalami mereka satu persatu.Dengan
mengira-ngira, Titis memutuskan bahwa dua bapak-bapak dan dua ibu-ibu itu
adalah dua pasang suami istri sedangkan anak-anak kecil selanjutnya adalah
cucu-cucu mereka.Selain itu ada dua pasangan muda lain yang ikut serta.Dan yang
terakhir adalah anak salah satu dari pasangan paruh baya tadi.Titis terpana
melihat ketampanannya, mungkin hanya dia masih lajang dan usianya hampir sama
dengan Titis .Tapi Titis masih penasaran dengan siapa mereka ini sebenarnya.
“Loh, Erna kok
udah datang.Gimana kabarnya Er?”.Suara ibu terdengar,tiba-tiba ibu dan ayah
mucul dari pintu belakang.Rupanya ayah dan ibu baru saja di rumah nenek di
belakang.
“Baru aja
mbak.Gimana kabarmu mbak udah 19 tahun nggak ketemu, kamu kok jadi gendut
gini”.Semuanya tersenyum dan dua teman lama itu saling berpelukan, lalu ibu
menanyakan anak-anak dan cucu Bu Erna.Sedangkan wanita 49 tahun yang terlihat
muda itu sibuk memperkenalkan
suami,anak-anak dan cucunya serta kakak dan kakak iparnya yang ikut serta.
Titis hanya
terbengong-bengong dengan ekspresi ingin tahu. jadi ingat bahwa tadi pagi Ibu
menyuruh Titis masak banyak untuk
temannya yang akan datang ke rumah.
“Tis udah salim
sama Bulek Erna?”.Panggil ibunya.
“Oh, ini anaknya
jeng,jadi namanya Titis ya War, tadi dia
yang nyambut kami.Kelas berapa nduk?”.Erna menjawab pertanyaan Warti,
ibu Titis.
“Udah lulus kok
bulek,lulusan 3 tahun lalu”.Jawab Titis sopan.
“Berarti ya
hampir sama dong kaya Ali kalau Ali udah empat tahun ini lulus.Kamu manis ya,
mirip ibumu dulu”.Ujar Erna.
“Kuliah di mana
le?”.Tanya Warti.
“Nggak kuliah
buk, hehe”.Jawab Ali singkat.
“Si Titis ini
juga, lulus SMA langsung kerja, nggak mau kuliah.Hehehe”.Sambung Warti.
‘Oh jadi namanya
Ali’.Gumam Titis dalam hati.
Sementara
para tamu berbincang dengan ayah dan ibu .Suara adzan isyak berkumandang,
membuat Titis baru sadar jika dari tadi masih memakai mukenah.Titis tak sempat
melepas mukenah karena terburu-buru melihat siapa gerangan tamu yang datang,
dikira Titis itu pelanggan ayahnya.
“Udah adzan tuh,
kamu rajin banget, dari tadi pakai mukenah pasti mau ke masjid ya kan?”.Tanya
Erna pada basa-basi.
Titis ingin
mengelak, tapi melihat tatapan dari semuanya membuat mengiyai.
‘Hahaha,
lhawonng aku aja habis sholat magrib’.Gumam Titis dalam hati.
“Hehe, iya
bulek. Titis ke masjid dulu ya”.Titis pamit dan langsung menuju ke
masjid.Padahal biasanya Titis tidak pernah ke masjid, ke masjid hanya saat
sholat tarawih atau sholat id.Poor girl.
Ali memandang
Titis dengan heran, di tempat tinggalnya jarang ada anak gadis yang mau sholat
jama’ah ke masjid.
Sepulang dari
masjid Titis tidak langsung pulang, dia malah pergi ke rumah Rini.Lagipula di
rumah sedang banyak tamu.Titis berharap setelah ia pulang semua tamu sudah
tidak di rumah lagi.Titis senang karena akhirnya masalah sahabatnya mulai
mendapat titik terang.Kedua orang tua setuju untuk menikahkan anak mereka
meskipun keduanya belum tamat kuliah.
Pukul 10 malam,
Titis baru sampai di rumah.Ternyata para tamu ibunya tadi sudah pulang, rumah
pun sepi, mungkin ayah dan ibu sudah tidur.Tidak ada lagi mukenah yang membalut
tubuhnya, mukenah itu telah terlipat rapi di genggaman tangnnya.Titis langsung
menuju bekas kamar kakanya untuk sekedar berguling-guling di kasur, Titis
memang suka tidur berpindah-pindah.Saat Titis membuka pintu, Titis heran dengan
lampu kamar yang menyala.Tanpa banyak pikir panjang, Titis mematikan lampu dan
langsung menuju kasur untuk sekedar berbaring dan bernyanyi-nyanyi tidak jelas.
“Akhirnya Dante
mau tanggung jawab untuk semuanya, Dante bakalann jadi ayah,nggak sabar kapan
waktunya nikah.Tapi bagaimana aku harus memberi tahu ayah dan ibu soal
ini”.Gumam Titis dengan suara yang cukup jelas jika didengarkan orang yang ada
di depan pintu.Dan tepat saat itu memang ada orang di depan pintu.
Ali yang baru
saja dari kamar mandi terkaget, mulutnya sedikit terbuka mendengar apa yang
baru saja terucap dari gadis yang tak lain adalah Titis.Gadis yang baru saja
dikaguminya karena kesholihahannya ternyata telah hamil di luar nikah dan
pacarnya telah siap untuk menikahinya.Ali sungkan untuk masuk dan bilang kalau
kamar itu akan dipakai Ali. Ia pun tidur di sofa depan kamar.
Pukul 2 pagi
Titis terbangun karena dia sedang kedatangan tamu bulanan.Titis ingin menuju
kamarnya untuk mengambil sesuatu yang hanya ada di kamar seorang gadis dan
pindah tidur di kamarnya sendiri.Ali yang semula tidur pun tejaga saat
mendengar suara Titis yang melangkah melewatinya, suara sekecil apapun dapat
terdengar oleh telinga terlatih seperti Ali.Karena kondisi ruangan yang sgak
gelap Titis tidak menyadari jika di sofa yang dilewatinnya ada orang.Ali hanya
diam saja dan memutuskan untuk tidur lagi.
Pagi harinya
tentu saja terjadi kejadian heboh.Titis tak menyangka ia harus senang atau
takut saat ayahnya menjelaskan bahwa Ali akan tinggal di rumah mereka selama
kurang lebih sebulan.Sebelum Erna dan keluarganya pulang ke Blitar tadi, mereka
menitipkan Ali untuk sementara waktu setelah pembicaraan yang serius.Saat Titis
menanyakan alasannya pada ibunya, Warti hanya menjawab dengan lirih.
“Ali itu anaknya
Bu Erna yang tadi,temen baik ibu waktu SMP sampai SMA,karena dia jadi polwan di
Blitar dia domisili di sana hingga 19 tahun tidak bertemu ibu.Nanti kamua juga
akan tahu segala persoalannya.Yang penting sekarang kamu temani Ali ya, anggap
seperti kakakmu sendiri.Kalau orang-orang tanya bilang saja dia sepupu dari
bulek Blitar.Ini semua ikut serta dalam mempengaruhi nama baik keluarga kita”.Tutur
ibunya dengan serius.Titis pun tak mau bertanya lagi dan bertekad akan menuruti
kata-kata ibunya, mungkin dia bisa mencari tahu dari Ali akan permasalahan yang
membuatnya penasaran.
“Baik bu”.Ucap
Titis mendadak patuh.
Selesai
menyiapkan sarapan, dengan ragu Titis menghampiri Ali yang sibuk dengan
leptopnya.Titis penasaran dimana Ali menaruh semua barang-barangnya dan tidur
kemarin malam.Bukankah kamar kakaknya dipakai Titis dan di kamar Titis tidak
mungkin dipakai Ali.Titis berpikir mungkin dia tidur dengan ayah dan ibu, Titis
tersenyum menahan tawa, membayangkan Ali tidur diantara ayah dan ibunya seperti
anak kecil.
Ali dengan
terburu menutup leptopnya saat menyadari ada orang lain yang menghampirinya.
“Kenapa mbak kok
seperti nahan tawa?”.Tanya Ali polos.Ali sedikit melirik ke arah perut Titis.
‘Hm mungkin
masih berusia 1 bulan, nggak kelihatan secara kasat mata’.Batin Ali dengan mata
sedikit menyipit.
“Hahaha jadi
gini...”Jawab Titis.
Akhirnya Titis
menanyakan dimana Ali semalam tidurnya, dan dimana semua barang-barang Ali.Ali
pun menceritkan semua kejadian semalam sampai ia harus tidur di sofa, kecuali saat
ia dengan jelas mendengar gumaman Titis mengenai kehamilannya.
“Haahaha jadi
begitu, harusnya kamu bilang ke aku kalau kamar itu mau kamu pakai.Tapi semalam
aku nggak lihat ada benda asing di kamar kakak loh”.Tutur Titis sambil
tersenyum.
“Semuanya benda
asing udah di lemari mbak”.Jawab Ali singkat sambil ikut tersenyum.
“Titis aja nggak
usah pakai mbak, terus aku manggil kamu Ali aja nggak apa-apa kan.Kita kan
saudara”.Ujar Titis.
“Gampang wes
mbak”.Jawab Ali dengan memanggil mbak dengan dibuat-buat.
“Ayo wes sarapan
dulu.Ayah ibu sudah nunggu”.Ajak Titis.
***
Malam hari
menjelang tidur, Ali heran dengan noda darah kering di spreinya.Dia teringat
akan Titis, apa mungkin Titis keguguran?Tapi yang Ali lihat Titis sehat-sehat
saja dan wajahnya tidak pernah pucat.Ali pun membuang pikiran itu dan memilih
untuk tidur.
“drrt...drrt...”Ponsel
milik pemuda itu bergetar.
“Ya bos, sejauh
ini semua berjalan lancar”.Jawab Ali dengan nada rendah pada suara serak di
seberang sana.
Sejak Ali
tinggal atau lebih tepatnya bersembunyi di rumah Titis.Semakin lama Titis
selalu ingin bersama Ali, begitupun sebaliknya, diam- diam Ali menaruh hati
pada gadis yang diketahuinya sudah punya pacar dan sedang hamil di luar nikah.
Titis sering mengajak
Ali untuk pergi ke luar rumah meskipun ayah dan ibunya sering melarang mengajak
Ali untuk berlama-lama di luar rumah.Dari Titis Ali mengenal tetangga-tetangga
dan teman-teman Titis termasuh Rini dan Dante.Tapi Ali semakin bingung saat
Dante mengaku bahwa ia adalah pacar Rini dan akan segera menikahinya dengan
embel-embel jangan bilang orang-orang dulu.’Bukankah jelas-jelas jika Titis
menyebut nama Dante malam itu?Bukankah laki-laki berkulit coklat di hadapannya
ini adalah pacarnya Titis?’.Ali hanya membatn dalam hati.
Dengan
memberanikan diri dan berhati-hati.Ali pun menanyakan semuanya pada Titis yang
berakhir dengan ledakan tawa Titis yang tak kunjung reda.Saat tawa Titis mulai
reda dia akan mulai tertawa lagi begitu dilihatnya wajah Ali yang polos.
Karena
pernikahan Rini dan Dante saat ini sudah menjadi rahasia umum.Maka dengan penuh
kesabaran Titis menjelaskan tentang hal yang baru saja ditanyakan Ali.
Ali hanya
manggut-manggut sepert seorang siswa SD yang baru paham dengan materi yang
dijelaskan gurunya.
“Al, kira-kira
aku boleh tahu nggak kenapa kamu sampai disembunyikan di sini?”
“Cukup rumit
sih.Karena permsalahannya sudah hampir selesai, sebenarnya aku mau cerita juga
sama kamu hari ini”.Jawab Ali dengan raut serius.
“Jadi apa?”.Tanya
Titis sambil mendekat ke arah Ali yang duduk di lantai.
Ali melihat ayah
dan ibu Titis memperhatikan mereka dari arah dapur.
“Tapi belum
saatnya Tis”.Jawab Ali sambil berlalu meninggalkan Titis yang sudah dalam
posisi bersila manis bersiap mendengarkan cerita.Titis kecewa.
***
Beberapa minggu kemudian...
Titis terbangun
dengan keadaan terikat.Ingin rasanya dia berteriak dengan sekuat tenaga meminta
tolong kalau saja dia tidak melihat pria kurus dengan lengan penuh tato yang
sedang tertidur dengan jarak dua meter di sampingnya.Pria bertopi lusuh yang
sama dengan pria yang melecehkannya di bis terakhir kali dia naiki.Dengan raut
penuh penyesalan telah mempunyai pikiran bahwa pria ini adalah seorang ayah
yang bekerja keras di proyek bangunan untuk menafkahi anaknya, Titis mengumpat
dalam hati.Titis bertanya-tanya pada diri sendiri di mana gerangan Ali
sekarang.
BERSAMBUNG,
SAYA LAGI HIATUS, TOLONG KASIH SEMANGAT BIAR SAYA MAU NGLANJUTIN CERITANYA YA :)