Rabu, 13 Mei 2015

SISA KEWARASAN DI UJUNG SENJA

SISA KEWARASAN DI UJUNG SENJA
Oleh: Karlina Dwi Susanti
Sangat menyebalkan saat semua makhluk yang kau kenal dekat menekanmu dalam kondisi sulit yang seharusnya dihadapi bersama.Terlebih saat mereka egois dan tak pernah menganggap semua perjuanganmu.Belum lagi jika ada satu makhluk yang tak mau tahu sama sekali dengan badai yang terjadi dalam proses penyelesaian  masalah yang jelas-jelas lebih dari kapasitas untuk dihadapi sendiri.Akan sangat menyebalkan saat dirimu selalu menjadi pelampiasan kekesalan dan menelan kata-kata “terserah” dari mereka.Bahkan saat kamu meminta pertimbangan, tak ada satu pun suara yang sudi bergetar untuk memberi sedikit saran dan pendapat walaupun itu tiada artinya.Oh ya baru teringat juga satu masalah “kecil” bahwa kamu bukanlah bagian dari sesuatu yang selama ini kamu anggap sebagai keluarga.
Semuanya tak bisa lagi dihadapi dengan kepala dingin, apalagi untuk menghadapi makhluk yang tidak bisa diajak bekerjasama seperti ini.Mengobral janji, menggampangkan masalah, menunda waktu, dan menyalahkanmu di saat-saat terakhir.Aku tidak tahu apa rencana Tuhan terhadapku, aku sudah lelah.Saat melihat pisau hanya ada satu yang ada di pikiranku, menggoreskan sisinya yang tajam bagai sembilu itu ke arah guratan nadi di tangan kiriku.Tapi aku benar-benar tak berani saat dinginnya benda itu mulai menyentuh kulit ariku.Aku selalu gagal setelah mencobanya berkali-kali.Perlahan namun pasti kebencian itu mulai terkumpul kembali, bagai kepingan puzel yang tersusun sedemikian rumit, aku benci dibohongi seperti ini dan yang paling kubenci adalah aku yang tak tahu siapa diriku sebenarnya.
Kupandangi langit-langit kamarku yang penuh dengan taburan bintang kertas buatanku, masih segar di ingatanku  bagaimana saat itu betapa aku begitu dengan senang hati menggunting kertas gulung menjadi bintang-bintang itu.Pandanganku terasa kosong, menerawang dengan sedikit sisa kewarasan yang kurasa akan sirna beberapa lapis lagi.Gulungan rambutku yang panjang membuatku marah bukan tanpa alasan, ya rambut-rambut ini begitu menggangguku seakan mereka menjelma menjadi ribuan ulat bulu yang menari-nari di atas buntunya pikiranku.Secuil kewarasanku tiada artinya untuk menghentikanku mengambil benda itu, aku mulai menelusuri belahan rambutku sejumput demi sejumput.Suara rambut yang teriris oleh tajamnya logam kembar itu terdengar tak asing di telingaku.Perlahan namun pasti, bantal dan kasurku sudah dipenuhi dengan serakan surai berwarna hitam yang beberapa menit sebelumnya masih menancap kuat dengan akarnya di kulit kepalaku.Tatapanku hampa bahkan air mata tak berhasil keluar dari bengkaknya hati ini.Aku bangkit dari  tempatku berbaring,  kulihat sesosok gadis  menatapku dengan tatapan penuh kepenatan, rambut pendeknya jauh dari kata rapi.Teringat dengan benda tajam yang masih rapi dalam genggamanku, kulempari gadis itu dengan benda itu namun dia tidak bergeming.Bahkan wajahnya membuatku hatiku semakin sebal.
Hingga akhirnya penatku memuncak, aku ingin berbicara dengan Tuhan.Banyak hal yang ingin aku tanyakan kepada-Nya.Aku terus berpikir dengan secuil kewarasanku yang tersisa, hingga cairan berbau anyir itu berhasil keluar dari luka yang aku ciptakan, aku sedikit terkejut dengan perasaan ini, luka itu tak sesakit dengan yang aku bayangankan selama ini bahkan tak terasa perih sama sekali.Entah ini sudah sejak berapa detik sejak benda terdingin yang pernah kusentuh itu mencicipi darahku.Sprei putih itu sudah mulai basah dan penuh dengan noda darah.Pandanganku mulai mengabur, gambaran dunia mulai hilang dari pandanganku.Semua beban pikiranku hilang, aku tak merasakan lagi tekanan-tekanan yang menghujam kepala dan dadaku, aku dapat merasakan senyuman tipis terukir di bibirku.Terasa menyenangkan saat samar-samar kulihat sesosok pria tua dengan baju gamis berjalan ke arahku, penampilannya menggambarkan segala aspek kesederhanaan dan kedamaian dalam kehidupan, mengingatkanku dengan massa kecilku.Suatu bonus jika aku bertemu dengan kakekku tersayang seperti ini, lalu apakah mungkin aku sudah mati?Tapi kenapa aku masih mendengar suara pintu terbuka dan beberapa orang yang histeris meneriaki namaku?Tapi darimana suara itu?Kenapa yang ada hanya dingin dan gelap?Dimanakah aku?Dimanakah Engkau, wahai Tuhanku?

SELESAI