Oleh : Karlina Dwi Susanti
Jika ada kata yang maknanya lebih
dari sepi, maka kata itulah yang cocok
untuk menggambarkan keadaan ruangan beraroma akar wangi itu saat ini.Hanya
suara jangkrik-jangkrik peliharaan Iren yang mewarnai udara.Dua ekor cupang
dalam wadah yang berbeda tak henti-hentinya membuka dan menutup mulutnya,
seakan berbincang satu-sama lain tanpa suara.Suara tik-tok jarum detik di jam
dinding menjadi saksi kesunyian.Ruangan itu gelap, bahkan sangat cocok untuk
sebatang kecambah yang ingin melakukan proses etiolasi.
Suara gembok yang dibuka dengan
perlahan memecah kesunyian, gemerincing kepingan logam yang terjatuh cukup
untuk mendiamkan para jangkrik seketika.Pintu yang terbuka membuat cahaya lampu
sepanjang lorong menerobos ke dalam ruangan, membuat ikan-ikan cupang
peliharaan penghuni kamar itu gelisah.Mata coklat di balik bulu mata yang
lentik itu menyapu ruangan.Menjatuhkan tas dengan asal hingga terdengar bunyi
lain yang cukup mengusik.Dihempaskannya tubuh yang lelah itu ke atas
kasur.Diresapinya aroma akar wangi yang selalu berhasil membuatnya sedikit
lebih rileks, mata gadis itu perlahan terpejam.Desiran halus suara nafasnya
terdengar seirama dengan suara jangkrik-jangkrik yang mulai bersuara kembali.Malam
minggu ini akan Iren habiskan dengan hibernasi satu malam.
Teringat sesuatu, mata Iren
terbelalak.Diseret tubuhnya untuk bangkit.
“Siaaal…!”.umpatnya kesal, sambil sedikit
meringis diperiksanya kondisi benda mengkilat itu.
Tas yang dia banting tadi adalah tas
yang berisi laptop, Iren ingat benar bagaimana cara dia tadi menjatuhkan tasnya
dan juga keindahan suara yang dihasilkannya.Ditekannya tombol power pada benda
itu, semuanya berjalan normal.Tak mau ambil pusing, dimatikannya lagi leptop
biru tua itu dan kambalilah Iren ke atas kasurnya yang penuh dengan serakan
kertas laporan di sana-sini.
“Tok…tok…tok”.Suara khas tulang
jari-jari tangan bertumbukan dengan daun pintu yang terbuat dari kayu itu
lagi-lagi terdengar berulang-ulang, seirama dengan suara tawa khas beberapa remaja
putri di balik pintu itu.Nama Iren dipanggil beberapa kali.
“Bebeb Iren, bukain pintunya dong!!yang
pura-pura tidur bisa jomblo seumur hidup loh!”.Suara feminine itu terdengar di
balik pintu, diiringi ledakan tawa yang lainnya.Lagi-lagi jangkrik-jangkrik
kesayangan Iren harus terbungkam dan cupang pun mulai gelisah kembali.
Bibir Iren mengerucut, Iren mendengus,
semua hal ini menandakan bahwa rencananya untuk deep sleeping gagal total.Dibukanya pintu dengan kasar, dipasangnya
senyum terindahnya yang sengaja dibuat-buat, senyum yang seolah berkata,
“baiklah kalian pemenangnya”.
“Ciye-ciye masuk sini sudah mencekam ya
ren, aroma tugas sudah menyeruak.Wangi banget!”.Sindir Heny sambil tertawa,
tawa yang kadang membuat Iren sebal.Belum lagi tangan Heny yang seenaknya
menekan saklar lampu di dekat pintu hingga membuat mata Iren menyipit, berusaha
beradaptasi dengan cahaya terang.Iren sangat suka kondisi gelap jika ia sedang
tak berkutat dengan sesuatu yang harus membuat matanya membaca.
“Ayo kawan-kawan masuk, jangan
sungkan-sungkan begitu dong, anggap saja ini kamar kalian”.Seloroh Widi yang
tiba-tiba sudah duduk manis di kasur Iren dan berakting bagaikan tuan kamar.
“Iya, kalian masuk aja”.Sambung Iren
dengan wajah datar dan terliat sekali guratan tidak tulus di wajah lelahnya.
Heny dan Widi saling berpandangan, lalu
tertawa bersama.Lagi-lagi tawa yang membuat Iren sedikit kesal karena tidak
tahu apa yang mereka tertawakan.Namun Iren yakin jika bukan hal buruk tentang
dirinya yang menjadi bahan tertawa mereka.Iren tak ambil pusing.Kini tiga orang
remaja putri itu berkumpul di ruangan berukuran 3x3 meter itu, posisi mereka
bervariasi, ada yang tiduran di kasur, ada yang selonjoran di karpet dan
tiduran di kaki temannya.Tapi satu hal yang pasti mereka lakukan,
melamun.Lamunan mengenaskan di malam Minggu.
“Ren, kamu tadi tidur beneran ya?”.
Tanya Heny sambil sedikit tersenyum.
“Iya lah”. Jawab Iren singkat sambil
mengetuk-ngetuk smartponenya.
“Iya deh percaya, nih buktinya”.Sambung
Heny sambil mengambil kaca dan memposisikannya di depan wajah Iren.Iren tak
percaya, karismanya turun dari 9 ke 2 begitu saja.Larilah Iren ke kamar mandi
untuk mencuci muka, diiringi gelak tawa yang lainnya.
Jam di dinding baru menunjukkan pukul
10 malam, namun mata Iren sudah enggan untuk diajak terjaga.Berbeda dengan
kondisi dua gadis yang lain, mereka masih terlihat segar bugar.
“Kalau kalian balik, tutupin pintunya
yang rapet ya, awas kalau sampai kaya kemarin!…aku ngantuk”.Pesan Iren sambil
menguap lebar.
“Gampang”.Jawab Heny sambil memainkan
game di leptop Iren.
***
Iren tersadar dari pingsan.Iren
tercengang, yang jelas tadi dia baru saja berkumpul dengan dua teman
asramanya.Namun kali ini dia merasa de ja vu dengan tempat ini.Diingat-ingatnya
kejadian sebelum dia sampai di tempat ini.Iren hanya ingat saat puluhan pasukan
kartu remi mengejarnya hingga dia terperosok ke jurang ini, lalu pingsan.Benar,
ini adalah Wonderland.
Semuanya berjalan sesuai apa yang pernah
dia tahu tentang kisah Alice in The Wonderland.Tak terkecuali saat dia sudah
memakai baju zirah lengkap dengan pedang di tangan kanannya.Antara hidup dan
mati berperang melawan Ratu berkepala bengkak itu, debaran jantung terasa
bertubi-tubi menghantam rongga dadanya, menekan vena hingga terasa berdenyut
bagaikan arteri.Hingga akhirnya Sang Ratu kewalahan dan akhirnya melepaskan
naga kesayangannya.Raungan naga membuat kaki Iren lemas, ingin rasanya dia
pergi dari tempat asing ini.
Iren berlari sekuat tenaga, melompat
dengan jarak sejauh tiga meter untuk tiap lompatan,Iren tak ingat sejak kapan
dia bias melompat sejauh itu, bahkan seingat Iren dia adalah siswi paling payah
dalam mata pelajaran oleh raga saat dia masih SMA. Iren mencari persembunyian di
balik celah bebatuan agar dapat menemukan timing yang tepat untuk memenggal
kepala naga itu karena seingat Iren akhir dari kisah ini adalah naga yang mati
terpenggal oleh pedang Alice.Tetesan air yang agak dingin dan kental membasahi
ujung hidung Iren.Didongakkannya kepala
itu dengan ragu-ragu.Terkejutlah Iren mendapati mulut naga menganga yang siap
menelannya hidup-hidup.Namun yang dia rasakan hanyalah cengkraman kuat
cakar-cakar naga di tubuhnya.Iren terbang melayang tinggi, siap untuk
dijatuhkan dari ketinggian berpuluh-puluh meter.Saat cakar itu membuka, yang
dapat dilakukan Iren hanyalah berteriak sekuat tenaga.Tawa sang Ratu terdengar
membahana dan menusuk di telinga Iren.
“Hahahahaha sory Ren sory, sini aku lap
dulu”.Suara tawa sang ratu berubah menjadi beberapa tawa gadis seusianya dan
kini malah ada tangan yang mengelap wajahnya.Dengan nafas tersengal Iren
terbangun dari mimpinya.Dibuka matanya selebar mungkin.
Iren terdiam, mengumpulkan nyawa dengan
debaran jantung yang belum normal.Di
depan matanya kini tersaji tiga orang dengan muka penuh bedak tabur yang tak
lain adala Heny, Widi dan tambah satu lagi, Winta.
“Sory, tadi muka kamu kena jus, jadi
kebangun deh, hehe”.Ucap Winta tulus sambil mengelap muka Iren. Bertambahlah satu
lagi tamu tak diundang di kamar Iren.
“Ciyee, mimpi apa Ren sampek
ngerintih-ngerintih nggak gitu,wkwkwkwk?”.Ujar Widi sambil mengocok kartu remi
ditambah dengan tawa-tawa keji ketiga temannya. Mungkin inilah yang membuat
Iren bermimpi aneh mulai dari dikejar-kejar pasukan kartu remi hingga terkena
liur naga diiringi gelak tawa keji sang ratu wonderland.
Rasa kantuk Iren lenyap begitu saja.
“Aku ikutan”.Cetus Iren bersemangat.
“Ok”.Jawab tiga yang lainnya dengan
serempak.Dan acara qualited sleeping
Iren pun hanyalah tinggal sebuah rencana.Memang tak mudah untuk menahan godaan
untuk bersenang-senang.Apalagi ketiga teman barunya ini berasal dari fakultas
FISIP dan Ekonomi yang jelas tidak mungkin kesibukannya akan sebanding dengan
kesibukan Iren yang mengambil kuliah Teknik Biokimia.
***
“Kurang seru kalau hukumannya cuma
coret-coret bedak kaya gini”.Cetus Winta tiba-tiba.
“Terus Win?”.Ketiganya berhenti
bernapas sejenak, seakan menanti sesuatu yang terdengar lebih menarik di tengah
malam ini.
Winta pun menjelaskan peraturan permainan
itu.Diambilnya beberapa lembar kertas dari rak buku Iren dan membagikannya
kepada masing-masing pemain.
“Kalian boleh nulis suatu pertanyaan
yang sangat-sangat rahasia di situ, terus ditambahi konsekuensi yang akan
diterima si penjawab jika dia tidak jujur dan tidak menjawab pertanyaan.Satu
lagi,semua yang terucap mulai detik ini adalah rahasia kita berlima, yang
mbocorin semoga gak bakalan lulus-lulus”.Ucap Winta penuh penekanan di
kata-kata gak bakalan lulus.
“Aku setuju.Yang lain gimana?”.Ucap
Heny sambil membuka tutup pulpen.
“Aku nggak usah ikutan nggak apa-apa
kan?”.Tanya Iren innocent.
“Halah cemen kamu Ren, ok aku
ikutan”.Sambung Widi.
“Yakin nggak ikutan Ren?Kalau enggak ya
terpaksa kami pindah ke kamar Heny”.Pertanyaan Winta membuat Iren sedikit
berubah pikiran.
Iren terdiam lama, bagaimanapun juga
Iren belum pernah melakukan hal konyol semacam ini.Mungkin untuk ketiga
teman-temannya ini sudah sering.Jiwa introvertnya sedikit menguatkan keyakinan
Iren agar tidak ikut.Terlebih lagi dia harus jawab apa jika dia mendapat
pertanyaan seperti “siapa di antara kita
berlima yang paling kamu benci”?.Wah benar-benar dilema antara mencari aman
atau dunia baru untuk perubahan yang lebih berarti di hidupnya.
“Iya udah aku ikut”.Jawab Iren lemah.
“Nah gitu dong beb!”.Ujar Heny tampak
senang.Iren hanya tersenyum datar kepada Heny.
***
Permainan terasa menyenangkan walaupun
terasa sedikit rasa tak karuan di dada, terasa menyenangkan saat bukan kita
yang kalah dan harus dihukum.Sesuai peraturan, pertanyaan yang terkumpul ada 4
buah dan siapapun yang kalah dalam satu putaran harus mengambil satu pertanyaan
dan menjawabnya dengan jujur walaupun itu pertanyaan dari pemain yang terhukum
itu sendiri.Jadi peluang agar semua adil menjawab 4 pertanyaan maka harus
dilakukan sebanyak 16 kali putaran.
Kali ini lagi-lagi Widi yang terkena
hukuman.Suasana terasa sedikit panas saat Widi menjawab pertanyaan dari Heny
yang sesuai dengan apa yang dibayangkan Iren.Semuanya tak menyangka jika
seorang Widi yang terlihat begitu berteman baik dengan Heny mempunyai banyak
masalah yang terpendam dengan Heny.Banyak hal-hal dari Heny yang kurang disukai
oleh Widi.
Dari
Heny:
Pertanyaan
:siapa dari kita berempat yang
paling kamu nggak suka, sebutkan alasannya.
Nggak
mau jawab :harus jalan-jalan keliling
kampus teknik sambil jalan mundur satu putaran.
Njawab
nggak jujur:dido’ain
semoga IP pertama di bawah 3.00
Tak pelak ada saja tetesan-tetesan air
mata dan juga tawa yang terjadi di setiap permainan.Permainan pun berjalan
sedikit canggung.Dari sini Iren belajar akan pentingnya suatu masalah untuk
langsung dibicarakan meskipun kecil.Sejauh ini Iren belum pernah kalah dalam
satupun putaran permainan, membuat ketiga temannya gusar dan geregetan.
Tapi Iren gagal untuk menjadi pemecah
rekor, tepat di putaran terakhir Iren harus menjawab pertanyaan yang selama ini
belum pernah terpikirkan.
Dari
Widi:
Pertanyaan :Udah pacaran berapa kali?, sekarang
lagi naksir siapa sih?, kasih tahu dong yang mana orangnya.
Nggak
mau jawab :Jomblo seumur hidup!!dan
akhirnya harus nikah sama om-om.:p
Njawab
nggak jujur :Kamu bakalan jatuh cinta
beneran sama orang yang nggak pernah kamu pikirkan.Terus bertepuk sebelah
tangan dan akhirnya males belajar karena patah hati. :p
Iren terhenyak membacanya.Bagaimana bisa
dari empat pertanyaan itu dia harus menjawab satu yang paling aneh
begini.Apalagi Iren belum pernah pacaran.Pandangan Iren mengedar, membaca raut
wajah temannya satu-persatu.Raut wajah yang mirip ikan cupang Iren yang melihat
makanan.Bagaimanapun Iren adalah orang yang paling tertutup di antara mereka
berempat, ikutnya Iren dalam permainan saja tadi harus sedikit dipaksa.
“Aku belum pernah pacaran”.Jawab Iren
singkat.
“Wah jangan-jangan kamu maho yak, idih
takut.wkwkwkwk”. Seloroh Heny disambung tawa yang lain.Tiba-tiba Iren ingat
dengan kakak kelas SMAnya dulu yang naksir dia, padahal sesama cewek. Iren agak
trauma mengingatnya, perasaan aneh itu muncul lagi.Serasa ingin mengeluarkan
semua makanan yang tadi dia santap.
“Terus sekarang ada nggak yang
kira-kira kamu taksir?” Sambung Widi penasaran.
“Nggak ada”.Jawab Iren jujur,
“Haduh bohong, masak nggak ada?minimal
yang bikin kamu kagumlah, kaya apa, kaya siapa orangnya Ren?”.Berondong Winta
penuh penasaran.
“Hmm, aku ngerti kok Ren, kamu naksir
aku ya, soalnya kamu sering banget sewot sama aku,hahahahahaha”.Canda Heny.
“Ngawur, aku masih normal ya dan
sebenarnya ada satu yang kayaknya aku taksir,”.Jawab Iren kesal karena dia
benci dengan hal-hal berbau kaum nabi Luth meskipun hanya candaan, jadi teringat
kakak kelas SMAnya dulu yang ah sudahlah.
“Siapa Ren, facebooknya apa?”.Tanya
ketiga temannya bersemangat antusias.
“Dia….”Iren berkata sambil
mengingat-ingat salah satu teman kuliahnya yang cocok untuk jadi bahan
kamuflase.
“Dia…teman sefakultasku”.Lanjut Iren
menggantung.
“Iya dia siapa Ren”.Tonjok Heny.
“Fbnya apa Ren”.Potong Winta.
***
Lorong menuju ke ruang kuliah sangat
sepi.Bukan karena Iren datang terlalu awal, namun justru sebaliknya.Tumpukan
kertas di meja plastic yang sebelum berangkat tadi disambar seluruhnya oleh
Iren membuat tas gadis itu terlihat menggembung, layaknya tas milik mahasiswa
super sibuk dengan banyak kegiatan kampus, tak ada waktu untuk memilah-milah
worksheet mana yang akan dipakai sesuai jadwal hari ini.Lagi-lagi Iren selalu
bangun kesiangan di hari Senin.Tentu saja ketiga kawan kosnya ikut andil dalam
hal ini, mengajak Iren begadang.
Iren berusaha memasang tampang tenang
dan mematri senyum seadanya kepada dosen yang telah tiba sepuluh menit lebih
awal dari dirinya, memilih bangku depan paling pojok dan mengeluarkan bahan
kuliah.
“Ssst”.suara yang tak lagi asing itu
membuat Iren menoleh.
“Ya, kamu ngomong sama aku?”.Tanya Iren
meyakinkan.
“Itu”. Gadis berkacamata yang duduk
tepat di samping bangkunya bersoloh sambil memajukan dagunya kearah pakaian yang
dikenakan Iren, berusaha dipahami Iren walaupun hanya dengan bahasa isyarat.
Lama Iren berpikir akan arti dari kelakuan
gadis di sampingnya, hingga Iren teringat sesuatu dan meraba-raba resleting
roknya.Hati Iren ciut seketika, membayangkan siapa saja yang sudah melihat
hasil kecerobohannya itu.
“Makasih…”.Ujar Iren, tangan kanannya
terangkat dan ujng-ujung jari jempol dan telunjuknya saling bertemu namun
matanya belum menatap ke arah gadis itu dan saat Iren menengok, iren
tercengang, gadis berkacamata yang ada di sampingnya tadi sudah lenyap,
berganti seorang mahasiswa yang juga tersenyum padanya dengan membalas gerakan
tangan yang sama persis dilakukan Iren.Tenggorokan Iren kering, dia…adalah
laki-laki yang dijadikannya kamuflase untuk permainan konyol malam Minggunya
kemarin.Iren sangat sungkan dan menjadi salah tingkah.Iren celingukan mencari
gadis berkacamata yang ternyata sedang maju dipanggil dosen.Hari berganti
menjadi minggu, minggu berganti menjadi bulan, lalu menjadi tahun lalu genaplah
3 tahun kutukan permainan kartu remi itu berjalan, kutukan hanya karena Iren
tidak jujur dalam menjawab pertnyanyaan konyol.
SELESAI