Rabu, 20 April 2016

DI BALIK PENAMPAKAN MR. DAN MRS. X (1)

DI BALIK PENAMPAKAN MR. DAN MRS. X (1) 
Oleh: Karlina Dwi Susanti




        Kuburan terlihat sunyi, remang cahaya dari lampu rumah penduduk sedikit membuat batu nisan terlihat berkilau-kilau dari kejauhan tanpa bisa menyinari tulisan yang menunjukkan makam dari siapa saja yang ada di situ. Rembulan di awal bulan sangat murah senyum namun minim cahaya, dedaunan bergesekan ditiup angin akhir zaman. Aku dan keluargaku tinggal di pinggir kuburan sudah sangat lama, bahkan pemukiman ini terasa makin sesak saja setiap abadnya. Malam adalah waktu bagi ayah dan ibuku untuk berkeliaran, menggoda manusia di diskotik sampai di masjid demi membiayai biaya hidup keluarga kecil kami. Itulah mengapa kami disebut dengan setan, usiaku baru 1400 tahun dan sekarang aku masih sekolah di SMAJS (Sekolah Menengah Atas Jin dan Setan) yang tidak terlalu faforit. Kalian bisa panggil aku Pochi. Tugasku di malam hari cukup menjaga adik-adikku yang masih berupa telur hingga yang barusaja menetas. Harum asap dari barang kotor yang dibuang manusia tanpa menyebut bissmillah adalah kudapan faforit kami untuk camilan malam ini. Sama seperti manusia, sekolahku juga dimulai pada pagi hari tapi lebih pagi dari sekolah manusia pada umumnya. Sekolahku dimulai pukul setengah 6 pagi, di mana cahaya orange kemerahan dari cahaya matahari yang sedang terbit menambah kekuatan bagi para pelajar untuk memulai aktivitasnya. Bagian yang paling aku sukai adalah saat mengumpulkan absen untuk mendapat tambahan poin, aku harus mengikat tali-tali di tubuh manusia dengan kasur dan bantal mereka, menaburi matanya dengan serbuk rasa kantuk agar semakin banyak manusia yang lalai dalam ibadahnya di dunia ini. Dengan terlewatkan sholat subuh sudah pasti kegiatan-kegiatan selanjutnya tidak akan berkah. Ada juga manusia yang sangat membuat kami hidup tenang yaitu manusia yang ngeyel sholat subuh saat tanduk setan sedang nongkrong dengan indahnya di pucuk langit timur sana. Dan satu lagi hal yang paling aku suka saat subuh, yaitu mengencingi telinga-telinga manusia yang masih saja tidur setelah adzan subuh berkumandang.
        Pukul 3 pagi, suara jangkrik makin riuh dari dalam kuburan sana. Suara kucing garong meraung-raung dari kejauhan. Para hewan jadi-jadian untuk ilmu pesiguhan dan tuyul hingga kuntilanak berkeliaran mencari mangsa. Gagak milik pak Odeng yang rumahnya dekat kuburan juga mengkoak-koak, mungkin dia melihat penampakan dari salah satunya.  Aku sudah mulai ngantuk dan bosan. Dari jendela gubuk reyot ini aku sangat terkejut dengan kehadiran sosok serupa pocong di tengah kuburan. Sayang aku tidak bisa melihat lebih jauh, karena dari buku yang aku baca, setiap jin pasti akan merasa panas saat kakinya melangkah masuk ke dalam area kuburan. Jadi makhluk yang ada di depan mataku ini sudah pasti manusia iseng, lihat saja tangannya yang menggenggam hape. Kutoleh kalender dan ternyata malam ini adalah malam minggu yang digunakan anak SMA manusia untuk kegiatan diklat pramuka. Aku menoleh lagi pada siswa yang jadi pocong jadi-jadian itu, dia sudah tidak ada di tempat tadi melainkan dia pindah ke balik pohon besar di pinggir kuburan. Entah mengapa ide iseng itu muncul begitu saja di kepalaku. Lumayan juga untuk latihan ujian praktikum minggu depan.
        Aku pergi meninggalkan adik-adikku yang sudah terlelap, aku mencari buku pelajaran berjudul “Ilmu Menyesatkan Anak Adam Khusus Menyamar Untuk SMA Sederajad”. Sebagai setan kelas teri dengan prestasi pas-pasan buku ini selalu berguna. Rapalan mantra-mantra sihir sudah kuucapkan, konsentrasi penuh untuk meditasi dubutuhkan setelahnya lalu…kruuuk..perutku memberi kode. Rupanya energiku masih kurang karena aku hanya makan asap dari tadi siang. Dengan gerakanku secepat cahaya, aku keliling kampung ini dan menemukan tempat sampah yang penuh dengan bangkai sisa makanan. Dengan cepat aku melahap hawa dari benda kotor ini.
        Dengan energi yang cukup akhirnya aku bisa berubah wujud menjadi sosok pocong yang lumayan ganteng.  Dengan cara meloncat-loncat aku mendekati siswa tadi,
“Hei Kuh, kamu kok kesini. Harusnyakan kamu jaga pos 2”.Ucapnya padaku sambil berbisik.
“…”. Rupanya dia mengira kalau aku adalah temannya. Aku diam saja padahal pingin jawab, tapi sebagai amatir aku belum tahu ilmunya.
“ Ssssst ada yang datang, ayo mulai kerjain mereka”. Ucap anak ini penuh semangat,
        Aku hanya diam di tempat, efek mantra yang hampir habis membuat penyamaranku semakin memudar, ukuranku terasa semakin membesar. Siswa yang asik beraksi loncat-loncat itu tidak menyadari keadaanku yang tepat di belakangnya. Para peserta diklat lari ketakutan melihat dua pocong jadi-jadian yang salah satunya sangat aneh. Siswa di depanku tertawa terbahak-bahak melihat adik kelasnya lari tunggang langgang. Dia pun berbicara padaku dengan masih menatap arah berlari korban keisengannya.
“Kuh kamu lihat tadi kan, padahal jelas-jelas wajahku ganteng gini masa mereka masih ngira kalau kita pocong beneran”. Ucapnya dengan penuh kenarsisan sebelum menengok ke arahku.
        Rupanya anak ini baru sadar dengan hal yang membuat adik kelasnya ketakutan. Dengan menaikkan kain kafan yang dia kenakan anak itu lari tunggang langgang setelah melihat pocong setinggi pohon nangka ini. Aku hanya bisa puas dengan aksiku sebatas ini. Rupanya penyamaranku masih belum bisa tahan lama. Ujian akhir dekade kali ini pasti nilaiku akan pas-pasan lagi. Aku terbang melayang pulang seiring dengan wujudku yang mulai berubah kembali menjadi asap transparan. Aku harus segera berlindung di rumah sebelum adzan subuh berkumandang.

SELESAI