Selasa, 06 Juni 2017

PENGHUNI LAWAS KOSAN JAWA 7 NO XX

Kalau yang kemaren adalah cerita tentang suara orang ngorok di kosan terakhirku,kali ini ada lagi cerita yang tak kalah cincay yaitu tentang suka duka kosanku yang paling sejati dan juga pengalaman horor di kosan ke-duaku yang terletak di Jalan Jawa 7 No. 7x. Kos-kosan yang masih belum lama dibangun ini sebenarnya sangat nyaman, menurutku malah kosan inilah yang paling nyaman dari kosan-kosan lain yang pernah aku tinggali. Lokasinya hanya beberapa langkah dengan tempat laundry, warung sayur dan bahan makanan, warung nasi, dan mushola. Hanya berjalan kaki kurang lebih 5 menit kamu akan sampai ke perpustakaan universitas dan juga UPTTI.
Sebelum pindah ke kosan ini aku ngontrak di rumah penduduk yang juga di jawa 7, tapi karena tidak nyaman aku dan teman-teman memutuskan untuk cari kosan baru. Waktu itu kalau tidak salah aku masih kuliah di semester ketiga, bersama empat sahabatku yang senasip kami hunting kosan dengan berjalan kaki berkilo-kilo karena pada zaman itu tidak ada satupun dari kami yang punya kendaraan. Saking nggak mau pisah kami harus cari kosan yang kosong 5 kamar dan nggak ketemu-ketemu sampai akhirnya ada kabar bagus dari bapak pemilih laundry jawa 7 kalau di dekat rumahnya ada kosan yang barusaja dibangun, kabar gembira itu membuat kami berlima segera memastikan ke pemilik kosan. Akhirnya kami berlima resmi terbebas dari kosan lama kami yang ah sudahlah...
Kosanku ini sangat menyenangkan, bersama mereka berempat semangatku belajar bertambah drastis, IPK juga naik secara signifikan hehehe.... (Kangen kalian Bita, Vita, Zuril, Yasmen, tambah lagi Karina, Umi, Desi!). Aku kerasan banget di sini sumpah (ya..walaupun pak kosnya sedikit genit sih tapi bodo amat), hingga... suatu hari aku mengalami kejadian yang tidak menyenangkan. Teman-temanku yang lain juga menyusul mengalami hal aneh setelah itu.
Pada suatu hari yang sangat biasa seperti hari-hari biasanya. Waktu itu sebenarnya masih jam 9 malam kalau nggak salah, tapi aku ngantuk banget dan aku ketiduran dengan kondisi jendela yang tirainya masih terbuka. Jadi ya kelihatan deh dari dalam kamarku siapa aja yang lewat lorong di sepanjang deretan kamar. Aku orangnya terbiasa mager di kamar dengan kondisi lampu mati hahaha, jadi ya jelas sekali siapa saja yang akan lewat di depan jendela. Dalam kondisiku yang masih setengah tertidur aku masih mendengar suara Bita dan teman-temannya yang menginap tertawa ngakak dari kamarnya, saat itu jugalah aku merasakan kalau tubuhku tidak bisa digerakkan. Aku sadar kalau aku sedang ketindihan. Aku mencoba berteriak meskipun tidak ada sedikitpun suara yang keluar. Aku mencoba membuka mataku yang masih bisa kugerakkan, tapi saat aku buka mataku, aku malah melihat sosok wanita tua lewat di lorong depan kamarku. Dari sosoknya aku berasumsi kalau dia menyerupai wewe gombel. Rambutnya acak-acakan berwarna putih perak menjulur sampai ke lantai, dagunya lancip mirip Pipiyot (tokoh penyihir di salah satu komik Majalah Bobo) . Tangannya panjaaaaaang sekali dan dia memposisikan tangannya mengarah ke belakang seperti menyeretnya, mungkin kalau orangnya sudah berjalan lebih dari 5 meter tangannya itu masih kelihatan. Dengan nafas yang berat ini aku menyaksikan lagi ada sosok pocong di belakangnya dan beberapa asap-asap kecil yang melengkapi pemandangan horor ini. Telingaku yang masih sadar juga mendengar suara gamelan jawa saat makhluk-makhluk itu lewat, ya... suara gamelan campur suara ngakak Bita CS dari kamar sebelah...sialan tuh mereka. Akhirnya dengan jantung tak karuan aku bisa bangun dan langsung lari ke kamarnya Bita. Aku langsung nyerocos mencertikan apa saja yang baru kualami tapi tidak ada satupun yang percaya (mungkin mereka menyangkal karena takut ahahah..). Akhirnya malam itu aku  tidak berani tidur di kamarku.

HANTU DI KOSAN

Malam itu aku terbangun dan nggak bisa tidur lagi, niatnya mau nonton drama korea tapi males karena lagi sampai di episode yang bikin males. Akhirnya dengan diiringi suara jangkrik dan diselimuti hawa yang dingin muncul ingatan tentang cerita lawas di bekas kosanku dulu. Selama aku kuliah di Kota Jember aku aku ngekos di Jalan Kalimantan no xx dari semester 6 sampai lulus. Aku cukup nyaman tinggal di sana walaupun kosanku ini cukup pantas disebut kosan suram. Aku dan dua temanku pindah kosan dari kosan lamaku yang di jawa 7 karena pak kosnya terlalu ‘gaul’ dan semakin hari suasana kos juga agak horor. Kosanku yang di Jalan Kalimantan ini terkesan singlu karena ibu kosku tidak memberi lampu di lorong masuk dan tangga kosan. Di samping kosku ada sebuah tower operator mini yang lampunya juga rusak sehingga kondisinya tak kalah gelap. Kamarku terletak di kopel sebelah selatan yang letaknya dekat dengan posisi tower sehingga gelapnya area tower dapat terlihat jelas dari samping pintu kamarku.
Saat itu sekitar pukul 02.00 dini hari  aku yang sedang semangat-semangatnya mengerjakan skripsi sedang terjaga sendiri, semua temanku sudah plesiran ke alam bawah sadarnya masing-masing. Yang menemaniku hanyalah chat dari teman-temanku di seberang sana yang juga masih terjaga. Saat otakku buntu mau ngetik apa di laptop, aku pun menyandarkan kepalaku pada dipan yang berada di belakangku. Jadi saat itu posisiku menghadap ke selatan dan di belakangku adalah dipan. Ketika asyik-asyiknya dengan hape, aku dikagetkan dengan hapeku yang nge-restart sendiri secara tiba-tiba, padahal aku tidak menekan apapun. Aku hanya terperangah dan menunggunya hidup kembali. Mungkin softwarenya eror, begitu pikirku.
Setelah beberapa saat aku pun melanjutkan untuk mengetik, lalu di tengah-tengah waktuku untuk mengetik ada suara orang mengorok di belakangku. (Njiirrr aku merinding waktu ngetik bagian yang ini, jadi langsung kabur dari kamarku dan pindah ke ruang lain yang lebih terang dan luas wkwkwk). Suaranya sangat jelas seperti suara manusia yang tidur mengorok di atas kasurku, dengan keberanian yang kukumpulkan aku langsung menoleh ke belakang dengan kencang. Suara itu langsung hilang begitu saja dan tidak ada apapun di situ. Aku langsung laporan dengan teman-temanku melalu chat kalau aku baru saja diganggu oleh makhluk astral, namun keusilan makhluk itu  tidak berhenti sampai di situ. Lagi-lagi di tengah kerusuhan centang-centung hapeku, kali ini laptopku mati sendiri lalu hidup sendiri. Aku tidak bisa menyebutnya ngerestart sendiri karena jarak waktu antara mati dan nyalanya lumayan lama. Antara jengkel dan takut akupun memeriksa kondisi data yang kukerjakan tadi dan syukurlah masih tersimpan. Malam itu aku mematikan laptopku lalu tidur dengan kondisi lampu kamar menyala dengan perasaan gamang dan banyak-banyak baca ayat  kursi.

Sabtu, 24 September 2016

GARA-GARA TOGEL

Oleh: Karlina Dwi Susanti



GARA-GARA TOGEL

Langit sedikit muram. Gerimis tipis di sore itu tidak mampu lagi menggoda Alda untuk kembali terlelap. Tangan kirinya meraih handphone sedangkan tangan kanannya menutupi mulutnya yang menguap. Mata bulat itu menyapu langit-langit kamar. Suara tarhim dari masjid yang berada di depan kamarnya menggema, Sambil menggaruk-garuk kepala, dia mengatur tubuhnya untuk bangkit meninggalkan tempat nyaman itu.
        Dengan tangan kiri membawa handuk dan tangan kanan membawa peralatan mandi, gadis 18 tahun itu berjalan dengan santai ke arah kamar mandi yang kebetulan sedang kosong. Dia menoleh ke kanan saat ada suara laki-laki yang memanggilnya dari kosan sebelah. Cowok berkacamata itu melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar.
“Aaaaal, nanti malam mingguannya jadi kan? Bbmku nggak kamu ‘R’, dasar!”, cowok yang sedang menjemur pakaian di tengah gerimis itu bergumam sedikit sebal.
“Gak usah di ‘R’ juga kamu bakalan manggil-manggil aku kaya barusan... jadi lah, ini aku mau mandi, kamu tuh ngapain gerimis-gerimis gini malah jadi tukang laundry?
“Ah biarin nanti juga kalau besok panas bakalan kering pada waktunya”, ucapanya sambil memeras potongan terakhir pakaiannya.
“Ok deh Ramzi semoga baju-bajumu itu hasil akhirnya nggak bau, nanti jam  setengah tujuh ya”, Alda tersenyum mengakhiri pembicaraan dan bergegas ke kamar mandi. Alda dan Ramzi adalah mahasiswa baru di fakultas yang sama. Mereka tinggal di kosan yang berbeda namun sama-sama di lantai dua. Jarak balkon kosan Alda dan tempat jemuran di kosan Ramzi hanya selebar jalan di gang yang memisahkan kedua kos-kosan itu. Acara hari ini adalah mengunjungi kosan teman mereka sebagai langkah untuk lebih kenal dan akrab dengan teman seangkatan.
***
Dengan berjalan kaki di tengah gerimis yang lebih tipis dari  sebelumnya, tiga remaja itu menyusuri komplek perumahan. Sebagian besar perumahan di tempat itu dibangun untuk disewakan pada para mahasiswa sebagai kos-kosan. Kondisi yang jauh dari keluarga membuat Alda ingin mendapat kenyamanan baru di perantauan bersama teman-temannya ini. Setelah melewati kuburan dan beberapa gang sempit, Alda, Ramzi, dan Adit telah sampai di depan sebuah rumah kos berpagar jingga. Adit adalah teman kos Ramzi.
“Benar ini alamatnya?”, tanya Ramzi sambil menyalakan sebatang rokok dan tak lupa menyodorkan yang utuh untuk Adit.
“Betul kok, sebentar lagi Giska juga keluar”, jawab Alda dengan tangan kanan yang sibuk dengan handphone dan tangan kiri mengibas-kibas sebagai kode bahwa dia benci asap rokok tapi percuma, dua cowok itu tak peka.
“Gelap banget ya di sini, mana tadi lewat kuburan dan kebun jati pula”, komentar cowok berambut agak gondrong dengan model tak jelas bernama Adit sambil menyulut rokok yang terjebak di antara bibirnya.
Setelah beberapa menit menunggu akhirnya ketiga orang itu sudah bisa bersantai di gazebo kos-kosan gadis bertubuh subur bernama Giska. Tak terasa sudah pukul sepuluh malam, terpaksa empat orang dengan muka penuh bedak bayi itu harus bubar, mengakhiri permainan remi yang sebenarnya masih terlalu asik untu diakhiri. Dengan berat hati ketiga remaja itu harus segera pamit untuk pulang, mereka mempertimbangkan jam malam di kosan Alda yang tinggal satu jam lagi.
“Kalian hati-hati ya di jalan , langsung pulang aja. Nanti kalau kalian lewat rumah warna pink yang nggak ada pagarnya jalan terus aja jangan tolah-toleh”, Ucap Giska sambil cekikikikan.
“Ah iya aku sudah tahu kok Gis”, jawab Ramzi sambil melambaikan tangannya diiringi tawa dari Alda. Adit yang tak mengerti hanya membatin untuk menanyakan tentang rumah pink nyentrik itu nanti di tengah perjalanan.
        Diiringi suara gitar dari deretan kos yang mereka lewati berpadu lantunan kodok sawah, ketiga remaja itu memilih jalan yang sama dengan tadi. Dengan berdeham terlebih dahulu, Adit bersiap untuk menanyakan tentang rumah pink yang berjarak beberapa meter di depan mereka namun niatnya terhenti saat sebuah suara yang menyentak itu memecahkan keheningan malam.
“Ramziii!! Aldaaaa!!”, suara cempreng dengan logat madura itu tak asing. Ramzi dan Alda menoleh pada cowok ganteng yang sedang berkumpul dengan beberapa temannya di teras sebuah kos-kosan laki-laki.
“Heeeeiii Fajaaaar...., jadi kamu ngekos di sini ya?”, tanya Alda yang sebelumnya ngantuk mendadak jadi penuh semangat. Ramzi dan Adit hanya saling bertatapan dan menaikkan alis masing-masing. Fajar jugalah teman seangkatan dari Alda dan Ramzi.
“Enggak aku cuma main ke temanku di sini, mau beli togel”, jawab Fajar tanpa basa-basi. Perasaan Alda hancur.
“Haaa? Togel gimana jar maksud kamu?” tanya Ramzi penasaran.
“Kamu mau? Ayo deh ikutan. Ini, orangnya yang jual udah ngabarin baru sampai”, sambung salah satu teman Fajar yang bangkit sambil meletakkan gitar.
“ Emang dimana tempatnya, aku juga ikut ah”, jawab Ramzi yang membuat Alda protes. Memang sejak beberapa bulan kenal, Alda tahu bahwa gaya hidup Ramzi memang sedikit berbeda dari remaja pada umumnya. Tapi baru pertama ini dia melihat salah satu hal gila yang tidak pernah terlintas di pikirannya.
“Itu di dekat warung angkringan sampingnya rumah pink, ayo cepetan orangnya cuma sebentar dan tenang, kalian pasti kenal kok sama orangnya.”
“Ini gila...”, ucap Alda sambil membayangkan mereka akan bertransaksi togel tepat di samping rumah dosen killer mereka. Yang terpikir oleh Alda adalah saat mereka transaksi, dosen yang terkenal mudah hafal dengan wajah mahasiswa itu sedang berada di luar rumah dan menandai mereka. Tentu jika hal itu benar-benar terjadi akan menjadi bencana bagi perkuliahannya.
***
        Dengan keahliannya meramal togel yang tidak dimengerti oleh Alda dan Adit, Ramzi sudah mengantongi beberapa nomor yang siap untuk diadu dan menunggu pengumuman.
“Ayo Ramzi pulang, katanya cuma sebentar”, Kekhawatiran bercampur rasa bersalah terlihat dari cara Alda menarik-narik baju Ramzi agar segera pergi dari tempat maksiat itu.
“Ooooh, jadiiii malam mingguannya mahasiswa bapak kaya gini ini ya”, suara baritone itu membuat bulu kuduk remaja yang sedang berkerumun itu berdiri. Hal yang dibayangkan Alda terjadi. Untunglah kondisi jalanan yang minim cahaya menyelamatkan wajah mereka dari dosen yang terkenal killer itu.
        Tanpa aba-aba, semua orang yang terlibat dalam transaksi langsung berlari dengan arah yang terpencar. Beruntung Alda tidak terpisah dari Ramzi dan Adit, namun tanpa mereka sadari mereka sudah berada di tengah kebun jati yang gelap dan cukup membuat jantung tak henti-hentinya tersentak. Suasana malam yang gelap membuat tangan Alda yang basah menggenggam tangan kedua sahabatnya dengan erat. Tiga orang yang masih ngos-ngosan itu berhenti dan berjongkok di bawah sebuah pohon jati yang lumayan terkena sinar rembulan. Dua remaja laki-laki itu tertawa lepas, seolah hal yang terjadi barusan sangatlah lucu.
“Ya Allah mulai sekarang aku sudah jadi anak nakal, gimana kalau kita masuk penjara?”, ucap Alda sambil menggigiti kuku-kukunya. Ramzi dan Adit yang melihat kepolosan gadis itu hanya tersenyum menahan tawa, yang penting bagi mereka adalah bagaimana menemukan celah untuk pulang tanpa ketahuan dosen mereka.
“Tapi, gimana Pak Yanto bisa tahu kalau kita mahasiswanya ya, atau bapaknya hanya sekedar ngomong ya tadi”, tanya Alda berasumsi.
“Ya iyalah Pak Yanto tahu, siapa suruh kamu pakai jaket angkatanmu”, jawa Adit masuk akal. Kata “Ooooh”pun keluar dari mulut dua anak di sampingnya.
        Alda mendongakkan wajahnya, kerlipan bintang di langit yang indah seolah menertawakannya dia yang telah mendoktrin diri sendiri sebagai anak nakal. Yang dia harap saat ini hanya menunggu kondisi aman lalu pulang dan meringkuk di kasurnya. Tiba-tiba lamunannya terpecah oleh suara asing yang menyentak.
“Itu! itu anaknya yang tadi kabur waktu lihat kita!!!”, tiba-tiba di depan ketiga mahasiswa itu sudah berdiri beberapa preman dengan berbagai macam senjata mulai dari cangkul, celurit, tongkat baseball, dan lain-lain
“Yang pakai kacamata itu kan kang yang mbunuh neng Ayu”, salah satu preman dengan senjata cangkul maju dan hendak menyerang Ramzi. Ketiga remaja itu berdiri dengan perasaan takkaruan dan campur aduk antara lari atau meminta penjelasan sambil melawan.
“Tunggu-tunggu pak, ini maksudnya apa? Saya nggak bunuh siapa-siapa!! Ucap Ramzi bercampur bingung, penasaran, dan takut.
“Nggak usah pura-pura bingung, kalau bukan kamu siapa lagi, kenapa kamu lari waktu lihat kita tadi kalau bukan karena ketakutan!! Si gundul bertato itu membentak dan melempar cangkulnya, cangkul yang bagian tajamnya menancap di tanah yang becek karena hujan itu hampir mengenai kaki Alda yang terpaku ketakutan.
“Tapi kami nggak lihat bapak-bapak ini tadi, kami lari karena dikejar dosen”, Adit dan Alda berusaha menjelaskan.
Mana ada dosen malam-malam begini, ngejar mahasisa. Kamu pasti cewek nggak bener keluar malam-malam dan kamu yang gondrong diam aja ini bukan urusan kalian! Teman kamu ini udah macarin, memperkosa, membunuh anak bos kami!”
“Tunggu ini maksudnya apa?”, tanya tiga remaja itu dengan suara bergetar.
“Nggak ada ampun buat pemerkosa!”, tiba-tiba Ramzi sudah dibekuk oleh dua preman yang bersiap-siap main hakim sendiri tanpa bukti. Alda yang menangis ketakutan tidak bisa berbuat apa-apa karena juga dalam posisi yang sama dengan Ramzi.
“Gimana kang, orang macam ini mau diapain?”, tanya si gundul bertato pada salah satu preman yang terlihat seperti pimpinan geng itu.
“Bikin cacat aja sesuai perintah Bos Haji Amin”, jawab yang ditanya. Ramzi yang berada pada ujung ketakutan hanya bisa menendang-nendang dan melawan sebisa mungkin, perlawanan yang tentu saja sia-sia karena lawannya adalah preman yang bertubuh kekar dan juga dengan kekuatan fisik yang terlatih. Alda yang mulutnya dibekap hanya bisa meronta-ronta, tak ada bedanya dengan posisi Adit. Si gundul yang terlihat paling sadis itu mengayunkan celuritnya diiringi teriakan Alda yang terbungkam namun hal yang tak disangka itu datang.
“Bukan itu orangnya Goooobloookkk!!! Hentikan!!! Stooop!! Bukan itu!!! ”, Suara itu berhasil menghentikan gerakan si gundul. Tiba-tiba dari arah belakang, ada rombongan preman yang terengah-engah berlari mendekat. Pria brewok berambut klimis itu mendekat ke arah Ramzi dan melepaskan dia dari cengkraman anak buahnya.
“Maksudnya gimana bos?”, beberapa preman yang menangkap tiga remaja itu bertanya kebingungan.
“Kita sudah menemukan orangnya tapi dia berhasil kabur, sekarang kita sedang dikejar warga”, Ucap si brewok yang ternyata pimpinan sebenarnya dari geng preman itu.
Alda, Ramzi, dan Adit yang sudah terlepas dari cengkraman preman-preman itu saling berangkulan dengan pikiran yang masih tidak karuan.
“Tadi Si Kawuk, nembak salah sasaran, yang kena tembak malah anak kecil, mati”, sekarang kita udah dikepung warga.
Benar saja, setelah itu banyak penduduk kampung yang membawa senter dan berbagai senjata mengejar preman-preman itu karena tidak terima anak dari salah satu warganya meninggal. Beberapa saat kemudia, kerusuhan itu terjadi. Kerusuhan itu dijadikan kesempatan untuk kabur bagi mereka bertiga.
        Setelah keluar dari hutan jati, Adit menghubungi polisi untuk menghentikan kerusuhan yang terjadi. Setidaknya ini adalah cara yang bisa dilakukan oleh remaja seperti mereka.
***
        Beberapa minggu setelah hari itu. Tersangka pembunuh Ayu anak Pak Haji Amin tertangkap. Dia adalah mahasiswa yang ternyata secara fisik memang mirip dengan Ramzi. Haji Amin dan para preman juga harus berhadapan dengan meja hijau karena perbuatan main hakim sendiri hingga menghilangkan nyawa orang lain.
Di dalam persidangan yang berlangsung, Alda, Ramzi, dan Adit dipanggil ke pengadilan negeri untuk menjadi saksi atas kerusuhan. Akhirnya permasalahan kesalahpahaman itu selesai dan mereka bisa kuliah seperti biasa. Tapi dengan tampilnya wajah mereka di televisi-televisi swasta dan kesaksian jujur yang mereka tuturkan, akhirnya Alda dan Ramzi harus pasrah untuk jadi mahasiswa yang ditandai oleh Pak Yanto sebagai mahasiswa tukang judi togel.





Rabu, 20 April 2016

DI BALIK PENAMPAKAN MR. DAN MRS. X (1)

DI BALIK PENAMPAKAN MR. DAN MRS. X (1) 
Oleh: Karlina Dwi Susanti




        Kuburan terlihat sunyi, remang cahaya dari lampu rumah penduduk sedikit membuat batu nisan terlihat berkilau-kilau dari kejauhan tanpa bisa menyinari tulisan yang menunjukkan makam dari siapa saja yang ada di situ. Rembulan di awal bulan sangat murah senyum namun minim cahaya, dedaunan bergesekan ditiup angin akhir zaman. Aku dan keluargaku tinggal di pinggir kuburan sudah sangat lama, bahkan pemukiman ini terasa makin sesak saja setiap abadnya. Malam adalah waktu bagi ayah dan ibuku untuk berkeliaran, menggoda manusia di diskotik sampai di masjid demi membiayai biaya hidup keluarga kecil kami. Itulah mengapa kami disebut dengan setan, usiaku baru 1400 tahun dan sekarang aku masih sekolah di SMAJS (Sekolah Menengah Atas Jin dan Setan) yang tidak terlalu faforit. Kalian bisa panggil aku Pochi. Tugasku di malam hari cukup menjaga adik-adikku yang masih berupa telur hingga yang barusaja menetas. Harum asap dari barang kotor yang dibuang manusia tanpa menyebut bissmillah adalah kudapan faforit kami untuk camilan malam ini. Sama seperti manusia, sekolahku juga dimulai pada pagi hari tapi lebih pagi dari sekolah manusia pada umumnya. Sekolahku dimulai pukul setengah 6 pagi, di mana cahaya orange kemerahan dari cahaya matahari yang sedang terbit menambah kekuatan bagi para pelajar untuk memulai aktivitasnya. Bagian yang paling aku sukai adalah saat mengumpulkan absen untuk mendapat tambahan poin, aku harus mengikat tali-tali di tubuh manusia dengan kasur dan bantal mereka, menaburi matanya dengan serbuk rasa kantuk agar semakin banyak manusia yang lalai dalam ibadahnya di dunia ini. Dengan terlewatkan sholat subuh sudah pasti kegiatan-kegiatan selanjutnya tidak akan berkah. Ada juga manusia yang sangat membuat kami hidup tenang yaitu manusia yang ngeyel sholat subuh saat tanduk setan sedang nongkrong dengan indahnya di pucuk langit timur sana. Dan satu lagi hal yang paling aku suka saat subuh, yaitu mengencingi telinga-telinga manusia yang masih saja tidur setelah adzan subuh berkumandang.
        Pukul 3 pagi, suara jangkrik makin riuh dari dalam kuburan sana. Suara kucing garong meraung-raung dari kejauhan. Para hewan jadi-jadian untuk ilmu pesiguhan dan tuyul hingga kuntilanak berkeliaran mencari mangsa. Gagak milik pak Odeng yang rumahnya dekat kuburan juga mengkoak-koak, mungkin dia melihat penampakan dari salah satunya.  Aku sudah mulai ngantuk dan bosan. Dari jendela gubuk reyot ini aku sangat terkejut dengan kehadiran sosok serupa pocong di tengah kuburan. Sayang aku tidak bisa melihat lebih jauh, karena dari buku yang aku baca, setiap jin pasti akan merasa panas saat kakinya melangkah masuk ke dalam area kuburan. Jadi makhluk yang ada di depan mataku ini sudah pasti manusia iseng, lihat saja tangannya yang menggenggam hape. Kutoleh kalender dan ternyata malam ini adalah malam minggu yang digunakan anak SMA manusia untuk kegiatan diklat pramuka. Aku menoleh lagi pada siswa yang jadi pocong jadi-jadian itu, dia sudah tidak ada di tempat tadi melainkan dia pindah ke balik pohon besar di pinggir kuburan. Entah mengapa ide iseng itu muncul begitu saja di kepalaku. Lumayan juga untuk latihan ujian praktikum minggu depan.
        Aku pergi meninggalkan adik-adikku yang sudah terlelap, aku mencari buku pelajaran berjudul “Ilmu Menyesatkan Anak Adam Khusus Menyamar Untuk SMA Sederajad”. Sebagai setan kelas teri dengan prestasi pas-pasan buku ini selalu berguna. Rapalan mantra-mantra sihir sudah kuucapkan, konsentrasi penuh untuk meditasi dubutuhkan setelahnya lalu…kruuuk..perutku memberi kode. Rupanya energiku masih kurang karena aku hanya makan asap dari tadi siang. Dengan gerakanku secepat cahaya, aku keliling kampung ini dan menemukan tempat sampah yang penuh dengan bangkai sisa makanan. Dengan cepat aku melahap hawa dari benda kotor ini.
        Dengan energi yang cukup akhirnya aku bisa berubah wujud menjadi sosok pocong yang lumayan ganteng.  Dengan cara meloncat-loncat aku mendekati siswa tadi,
“Hei Kuh, kamu kok kesini. Harusnyakan kamu jaga pos 2”.Ucapnya padaku sambil berbisik.
“…”. Rupanya dia mengira kalau aku adalah temannya. Aku diam saja padahal pingin jawab, tapi sebagai amatir aku belum tahu ilmunya.
“ Ssssst ada yang datang, ayo mulai kerjain mereka”. Ucap anak ini penuh semangat,
        Aku hanya diam di tempat, efek mantra yang hampir habis membuat penyamaranku semakin memudar, ukuranku terasa semakin membesar. Siswa yang asik beraksi loncat-loncat itu tidak menyadari keadaanku yang tepat di belakangnya. Para peserta diklat lari ketakutan melihat dua pocong jadi-jadian yang salah satunya sangat aneh. Siswa di depanku tertawa terbahak-bahak melihat adik kelasnya lari tunggang langgang. Dia pun berbicara padaku dengan masih menatap arah berlari korban keisengannya.
“Kuh kamu lihat tadi kan, padahal jelas-jelas wajahku ganteng gini masa mereka masih ngira kalau kita pocong beneran”. Ucapnya dengan penuh kenarsisan sebelum menengok ke arahku.
        Rupanya anak ini baru sadar dengan hal yang membuat adik kelasnya ketakutan. Dengan menaikkan kain kafan yang dia kenakan anak itu lari tunggang langgang setelah melihat pocong setinggi pohon nangka ini. Aku hanya bisa puas dengan aksiku sebatas ini. Rupanya penyamaranku masih belum bisa tahan lama. Ujian akhir dekade kali ini pasti nilaiku akan pas-pasan lagi. Aku terbang melayang pulang seiring dengan wujudku yang mulai berubah kembali menjadi asap transparan. Aku harus segera berlindung di rumah sebelum adzan subuh berkumandang.

SELESAI