SELAMAT TINGGAL KAWAN PART 1 ( NO EDITING)
Oleh
Karlina Dwi Susanti
Alunan gemulai lantunan tembang jawa adalah secuil
dari motivasi emosional untuk semangatku.Agaknya di kosan ini hanya aku yang
berpikiran jika tembang macam itu pilihan yang bagus sebagai pendongkrak semangat.Telingaku
melahap gelombang bunyi klasik ini layaknya anak muda wannabe yang menikmati
musik mancanegara yang super keren seperti Linkin Park, One Direction dan aneka
musik pop lainnya.Malam yang semakin kelam tak mampu meredupkan semangatku
untuk tetap terjaga.Justru semangat itu semakin terang layaknya juntaian ribuan
bintang menjelang dini hari, semakin kentara cahayanya seiring bertambah pekat
hawa malam yang menyelimuti mereka.
Besok adalah hari pertama aku masuk kerja di kantor sebagai
pegawai tetap setelah setahun sebelumnya aku hanya pekerja lepas di perusahaan
itu.Semua pekerjaanku hampir selesai untuk penerbitan majalah mingguan ini
besok lusa, tumpukan gambar tangan karyaku di sudut meja terlihat di mataku bagai
tumpukan pundi-pundi yang akan mengalir ke rekeningku yang sudah mulai
mengering.Aku tersenyum, hanya tinggal beberapa lembar ilustrasi yang harus
kuselesaikan.Kutorehkan lagi pena hitam kesayanganku, menebalkan sketsa adalah
hal paling hati-hati untuk kulakukan.Aku terdiam sejenak.Tinta yang agaknya
sudah mengering ini membuatku menunda sesaat pekerjaanku.Kepalaku
clingak-clinguk ke meja di sampingku untuk mencari keberadaan tinta bak.Sejengkal
lagi tanganku pasti sudah meraih benda itu, kecuali saat makhluk itu menatapku
dengan sepasang mata majemuknya.Aku terkesiap, dia dengan cekatan mendekat ke
arahku dengan merangkak.Sayap hitam mengkilatnya menambah ketakutanku.Aku takut
jika ia akan terbang dan menyerangku dengan racun dari bagian ujung tubuhnya.Sampai
akhirnya aku memukul tubuh avertebrata itu dengan benda terdekat yang
berhasil aku raih.Satu pukulan tidak membuatnya mati, dua, tiga dan entah pada
pukulan ke berapa ia mati.Saat makhluk itu tidak lagi bergerak, penyesalan
mulai menggerayangi nuraniku.Bukankah dia juga makhluk Tuhan yang juga mencari
kehidupan selayaknya aku.Kulihat tubuh kecil lemahnya yang hanya seukuran
beberapa milimeter itu.Mungkin dia tersesat masuk kamarku dan hanya ingin
menemukan jalan keluarnya, dia mati karena ketakutanku.Aku harap semut bersayap
itu langsung dipilihkan tempat yang indah oleh Tuhan di alamnya sekarang.Tidak
jarang cara pikirku masih seperti anak yang baru bisa naik sepeda beroda dua.
Ketakutanku yang tak seberapa hingga membuat makhluk
tak berdosa itu mati membuatku merenung.Bayangan massa lalu menari liar di
kepalaku.Memang beginilah sikap manusia, kita seringkali terlalu takut akan hal
yang aneh dan sedikit berbeda.Dari ketakutan itulah manusia bisa menjadi
makhluk paling menakutkan yang sebenarnya.Sudah menjadi fakta jika banyak makhluk
lain di muka bumi yang menjadi korban dari ketakutan manusia.Ketakutan akan
sesuatu yang berbeda dari mereka.Itulah kata-kata yang sering aku dengar dari
sahabatku yang entah sudah berapa kali ia katakan hingga aku sangat hafal.
Salah satu contoh dari ucapan sahabatku adalah kasus
pembunuhan tiga ekor harimau di hutan baru-baru ini, harimau-harimau itu
ditemukan mati dalam kondisi mengenaskan.Mati akibat rasa ketakutan manusia
pada hewan bertaring dan bercakar itu.Manusia takut jika harimau akan memasuki
wilayah penduduk.Padahal manusialah yang sebenarnya merebut wilayah
mereka.Habitat merek disulap menjadi perkampungan penduduk.Tanpa tahu apa yang
terjadi harimau-harimau itu berkeliaran mencari makan seperti biasa di tempat
berbahaya yang masih mereka pikir adalah habitatnya.
Bicara soal harimau aku selalu teringat akan sahabat
lamaku, sahabatku sejak aku mulai bisa berinteraksi dengan makhluk selain
aku.Jika ditanya apa aku merindukannya, ya aku merindukannya.Dan apakah aku
ingin bertemu dengannya, jawabannya tidak.Tidak sama sekali.Biarkan dia bahagia
di alamnya.Tuhan maha tahu apa yang terbaik untuknya.Untukku.Dia sudah cukup
lama menemaniku dan membantuku berubah menjadi seperti sekarang, menjadi Sekar
memandang dunia dengan sudut pandang yang lebih baik.
***
Tangan yang mulai dihiasi keriput itu dengan seksama
membolak-balik isi map yang aku kerjakan kemarin, dia tersenyum puas melihat
hasil kerjaku.Jempol yang terangkat itu membuat senyumku terukir.Aku pun
mengucap ribuan syukur di dalam hatiku.Membayangkan rupa Nuri yang akan kecewa
dengan apa yang aku raih hari ini.Kubalikkan wajahku ke arah berlawanan dengan
tubuhku.Terlihat dari ekspresinya dari balik rumpun bunga matahari di
mejanya.Miss kuning yang menyebalkan dan paling sok seantero kantor penerbitan
ini.Membuatku semakin jijik dengan warna kuning.Aku memang sudah sangat lama
tidak pernah bertegur sapa dengan staff devisi pembuat berita tentang rubrik
seleb ini.Mulut nyinyirnya cocok untuk pekerjaanya yang semacam itu.Aku sangat
bangga dengan jatah kerjaku yang hanya corat-coret membuat ilustrasi dari
beberapa rubrik di majalah ini,tanpa membuat-buat berita yang dipaksakan.Bisa
dibawa pulang dan dikerjakan dengan santai di kosan.Aku tidak memikirkan jika
gajiku tidak setinggi miss sok cantik beralis sablon itu.Aku menikmati tiap
inchi torehan pensilku untuk majalah wanita ini hingga dalam bekerja selama ini
aku seolah bersenang-senang dengan hobiku.
Aku mengucap permisi pada Bu Hilya pimpinan redaksi
kami.Memasang tampang kemenangan.Kaki dengan heels tujuh sentimeterku menyusuri
lantai, berhenti sejenak di depan meja kerja si miss ta*k.Beradu pandang dengan
matanya yang agak takut-takut memandangku adalah hal dengan sensasi tersendiri
bagi sisi jiwaku yang pendendam.Aku mencari meja kerjaku, mengistirahatkan
kakiku yang tetap saja tidak pernah bisa berteman baik dengan sepatu bertatakan
sol runcing ini.Pekerjaanku mulai bertambah hari ini, Aku dipercaya membuat
proposal-proposal yang ditujukan ke berbagai tempat menarik untuk diliput pihak
reporter redaksi kami.Tentu saja aku masih traini dan aku berucap syukur bukan
si Nuri yang menjadi trainerku.
Tak terasa waktu berlalu sangat cepat, aku sedang
menikmati kegiatanku menghitung rincian keuangan dalam salah satu proposal
kunjungan ke suatu rumah pengobatan alternatif di luar pulau.Tiba-tiba tiga
teman menghampiri mejaku untuk mengajakku makan siang.Mereka adalah rekan kerja
yang cukup mengenalku, bahkan Delia adalah salah satu teman kuliahku dulu.Kami
keluar ruangan dengan berhaha-hihi ria.Delia adalah satu-satunya orang yang
paham akan sejarah aku dan Nuri.
***
PART 1 END, TBC...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar